KOMPAS.com – Burung surga, atau yang akrab di telinga kita sebagai Cendrawasih, merupakan burung yang memiliki bulu dan warna yang khas. Meski cendrawasih memiliki warna bulu yang memukau, tetapi dalam proses perkawinan mereka, hal tersebut bukanlah yang utama.
Sebuah studi yang dirilis dalam jurnal terbuka PLOS Biology menyatakan, untuk kali pertama, preferensi pasangan kawin cendrawasih betina mendorong perubahan tentang cara pejantan merayu betinanya.
Dilansir dari Science Daily pada Selasa (20/11/2018), peneliti utama studi ini, Russell Ligon, dari Cornell Lab of Ornithology mengatakan, para betina tidak hanya mengevaluasi tampilan fisik dari pejantan, tetapi juga seberapa baik pejantan bernyanyi dan menari.
Preferensi cendrawasih betina yang mengombinasikan sifat tertentu membuat para peneliti menyebut fenomena ini sebagai "masa pacaran".
Baca juga: “3-in-1”, Ilmuwan Temukan Burung Super Langka yang 3 Spesies Sekaligus
Hal ini diketahui oleh Ligon dan tim setelah menganalisis 961 klip video dan 176 klip audio di Perpustakaan Macaulay dari Cornell Lab. Tidak hanya itu, mereka juga memeriksa 393 spesimen dari Museum Sejarah Alam Amerika di New York City.
Melalui percobaan ini, para peneliti menyimpulkan bahwa perilaku dan sifat tertentu pada burung cendrawasih jantan dalam menggoda betinanya berkorelasi dengan jumlah bulunya, banyak suara nyanyian yang bisa dibuat, dan tarian. Tarian yang paling rumit memiliki repetoar suara yang lebih besar.
Selain itu, pejantan yang berada dalam kelompok juga ditemukan memiliki lebih banyak warna dan mempunyai kesempatan untuk tampil lebih baik secara visual di tengah kompetisi.
Lalu, karena burung cendrawasih betina menilai kualitas pejantan berdasarkan pada kombinasi karakteristik, para peneliti menemukan adanya kemungkinan pejantan mengembangkan strategi yang baru sambil tetap mempertahankan daya tarik mereka secara keseluruhan untuk betina.
Baca juga: Mengapa Gerombolan Burung Kecil Bahayakan Penerbangan?
Berdasarkan tempatnya, burung cendrawasih jantan ditemukan menyajikan tarian dan nyanyiannya yang berbeda untuk menarik perhatian sang betina.
"Pejantan yang tampil di tanah memiliki gerakan tarian lebih banyak dari pada yang tampil di puncak pohon. Namun di tanah hutan yang gelap, pejantan mungkin perlu meningkatkan pertunjukkan mereka untuk mendapatkan perhatian betina," jelas Edwin Scholes, rekan Ligon yang juga memimpin Proyek Burung Cendrawasih di Cornell Lab.
Pun demikian burung yang melakukan pertunjukkan di atas pohon. Keuntungannya adalah lebih sedikit gangguan dari pohon dan semak belukar sehingga kicauan atau nyanyian pejantan akan lebih mudah di dengar. Namun, tarian mereka menjadi kurang rumit.
Intisari dari penelitian ini adalah keberhasilan mengungkap ritual kawin salah satu kelompok burung paling berwarna di dunia dan menunjukkan bagaimana seleksi seksual pun dapat ditemui pada kerajaan hewan.
Burung cendrawasih sendiri merupakan burung endemik Indonesia timur. Di Papua, burung cendrawasih dipercaya sebagai titisan bidadari dari surga yang turun ke bumi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.