Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paus Mati di Wakatobi, Bukti Nyata Indonesia Darurat Sampah Plastik

Kompas.com - 22/11/2018, 18:10 WIB
Bhakti Satrio Wicaksono,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Seekor paus sperma yang ditemukan dalam keadaan mati dan membusuk di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, pada Senin (19/11/2018) menggegerkan banyak pihak.

Terlebih lagi, ketika ditemukan banyak sampah plastik di dalam tubuh paus tersebut. Sontak membuat banyak orang berspekulasi tentang bagaimana mamalia laut yang berukuran 9,5 meter tersebut mati.

Temuan ini pun menjadi bukti kuat bahwa pada saat ini, Indonesia berada dalam masa darurat sampah plastik.

Pasalnya, lokasi kematian paus sperma tersebut berada di kawasan konservasi Taman Nasional Perairan (TNP) Wakatobi yang seharusnya menjadi wilayah aman bagi biota laut.

Dalam konteks Wakatobi, diakui oleh Anton Wijonarno, Manager Konsevasi Kawasan Laut untuk WWF Indonesia, TNP tersebut memang mengalami kemunduruan dalam sisi kebersihan lingkungannya.

Baca juga: Teguran buat Kita, Paus yang Mati di Wakatobi Tercemar 5 Kg Plastik

“Kalau saya waktu dulu di Wakatobi dari 2005 sampai 2009, menyelam hampir setiap hari, tidak banyak menemukan sampah. Tapi 5 bulan yang lalu saya di Wakatobi, saya menyelam dikelilingi sampah,” jelas Anton saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Selasa (20/11/2018).

?Kalau saya waktu dulu di wakatobi dari 2005 sampai 2009, menyelam hampir setiap hari, tidak banyak menemukan sampah. Tapi 5 bulan yang lalu saya di Wakatobi, saya menyelam dikelilingi sampah,? jelas Anton saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Selasa (20/11/2018).Anton Wijonarno ?Kalau saya waktu dulu di wakatobi dari 2005 sampai 2009, menyelam hampir setiap hari, tidak banyak menemukan sampah. Tapi 5 bulan yang lalu saya di Wakatobi, saya menyelam dikelilingi sampah,? jelas Anton saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Selasa (20/11/2018).

Namun menurut Anton, isu soal sampah plastik yang mencemari lautan bukan hanya terjadi di Wakatobi, melainkan di banyak perairan Indonesia.

“Jadi memang Indonesia itu darurat sampah. Satu sisi karena arus, yang kedua jumlah sampah yang semakin banyak. Jadi Wakatobi hanya contoh. Memang sekarang kalau menyelam di Wakatobi turun enggak ketemu sampah, terus naik ke permukaan tiba-tiba banyak sampah,” ujar Anton.

Hasil riset Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia, Amerika Serikat, pada tahun 2015 menyebutkan bahwa Indonesia menyumbang sampah plastik terbanyak nomor dua di dunia sebesar 187,2 juta ton. Artinya, Indonesia hanya kalah dari China yang menyumbang sampah plastik mencapai 262,9 juta ton.

Baca juga: 10 Menit Bersama Luhut: Musuh Bersama Kita adalah Sampah Plastik

Meski Indonesia telah berencana untuk mengurangi sampah plastik di laut sampai 75 persen pada 2025, beberapa pihak masih meragukan peraturan hukum yang cukup kuat untuk mewujudkannya. Terutama ketika sampah plastik dapat terbukti menjadi penyebab kematian paus sperma di Wakatobi ini.

Terlepas dari benar atau tidaknya sampah plastik sebagai pembunuh paus ini, Anton menegaskan bahwa dirinya tidak menyalahkan pihak yang menjadi pelaku pembuangan sampah, seperti wisatawan atau warga sekitar.

Namun, dia sangat berharap bahwa ini dapat menjadi teguran bagi masing-masing individu, meskipun bukan sebagai pelaku pembuang sampah.

“Kita tidak bisa menyalahkan wisatawan atau pun warga sebagai pelaku yang membuang plastik. Ini saatnya kita berubah, kita harus sadar. Plastik musuh bersama. Karena tidak hanya di laut saja, di sungai pun juga banyak yang membuang sampah ke sana,” ujar Anton.

“Kita harus berubah karena ini berdampak pada kehidupan lainnya. Ini yang ketahuan baru di paus, bisa saja nanti ketahuan di lumba-lumba dan penyu,” pungkas Anton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau