KOMPAS.com – Plastik menjadi salah satu bahan yang banyak digunakan untuk pembuatan berbagai produk kebutuhan manusia. Misalnya, menjadi kantong belanja, botol minuman, kemasan produk, dan sebagainya.
Sepertinya sudah menjadi pengetahuan bagi semua pihak bahwa sampah berbahan dasar plastik sulit untuk diuraikan. Bumi membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk mengurai satu produk sampah plastik.
Akan tetapi, banyak pihak yang tetap mengonsumsi produk berbahan plastik dan enggan mengubah kebiasaan yang lebih ramah terhadap lingkungan.
Sebagian besar plastik terbuat dari minyak bumi yang dipanaskan. Hal ini mengubah molekul minyak tersebut menjadi polimer termo-plastik yang biasa digunakan untuk berbagai keperluan industri.
Dikutip dari Seeker.com, proses itu terjadi melalui tempaan rantai karbon-karbon yang kuat. Rantai karbon tersebut sulit untuk dihancurkan sehingga membutuhkan energi besar untuk dapat melakukannya. Alam tidak dapat melakukan pekerjaan itu secara alami.
Bahkan menurut geokimiawan organik dari Stanford University, Kenneth Peters, alam tidak pernah membuat hal semacam itu, sehingga tidak ada organisme di muka bumi yang dipersiapkan untuk menangani masalah plastik.
Padahal, jumlah sampah plastik dari hari ke hari senantiasa meningkat. Ini dikarenakan kebiasaan dan ketergantungan manusia pada bahan yang satu ini. Selain murah, plastik juga mudah untuk digunakan dan ringan saat dibawa.
Baca juga: Begini Perjalanan Botol Plastik dari Sampah Anda Menjadi Botol Baru
Dikutip dari BBC.com, sampah plastik khususnya dalam bentuk kantong, membutuhkan waktu 20 hingga 1.000 tahun untuk akhirnya dapat terurai. Hal ini tentu sangat membahayakan lingkungan.
Sampah plastik yang terjebak di lapisan tanah dan perairan banyak menimbulkan kekacauan. Masalah itu mulai dari kemampuan resap tanah dan aliran air terganggu, sampah-sampah plastik ini juga mengancam keselamatan berbagai jenis binatang.
Para binatang itu mengonsumsi plastik ini karena mengiranya sebagai makanan. Setelah tertelan, plastik itu tidak akan tercerna, malah hanya menyebabkan pencernaan binatang tersebut terganggu hingga akhirnya mati.
Hal ini sama seperti yang dialami seekor paus sperma yang mati terdampar di Pantai Wakatobi dengan sampah plastik ditemukan di dalam perutnya.
Inilah yang kemudian menjadi masalah selanjutnya, plastik yang sudah membunuh nyawa bahkan masih tetap ada dan bisa dikonsumsi oleh hewan lainnya.
Berdasarkan video pendek Tech Insider, diketahui beberapa jenis sampah membutuhkan waktu berbeda-beda untuk akhirnya dapat busuk dan terurai menjadi tanah.
Misalnya kulit pisang yang dibuang sembarangan, ternyata baru bisa membusuk setelah dua hingga lima minggu. Kemudian pokok buah apel yang tidak dimakan, baru bisa terurai setelah dua bulan dibuang. Padahal kulit pisang dan pokok buah apel masih tergolong sampah organik.
Lalu bagaimana dengan sampah-sampah non-organik yang kita produksi setiap harinya?
Kertas koran perlu waktu sampai enam minggu untuk terurai. Kemudian, kotak susu baru bisa terurai setelah tiga bulan pembuangan.
Selanjutnya, batang rokok yang dibuang baru akan terurai setelah satu-lima tahun pembuangan, setiap tahunnya terdapat lebih dari 5,5 triliun batang rokok di seluruh dunia.
Berlanjut ke kantung plastik yang biasa kita gunakan saat berbelanja, mereka membutuhkan waktu 10-20 tahun untuk akhirnya terurai menjadi tanah. Lebih parah lagi, gelas atau piring berbahan styrofoam yang biasa digunakan untuk membungkus makanan dan minuman, baru bisa hancur setelah 50 tahun.
Lama waktu pembusukan yang sama juga diperlukan oleh sabuk yang terbuat dari kulit yang melalui proses kimia.
Baca juga: Produk Makanan Sumbang Limbah Plastik Terbanyak di Laut Indonesia
Lebih dari semua itu adalah botol minuman bersoda yang terbuat dari bahan aluminium, mereka baru akan hancur setelah 200 tahun, sekitar tiga generasi manusia. Tidak hanya itu, diapers yang hari ini banyak digunakan untuk bayi dan lansia, baru akan hancur setelah 450 tahun, hampir setengah abad untuk satu sampah diapers.
Botol minuman plastik juga butuh waktu yang sama dengan diapers, 450 tahun. Di tingkat selanjutnya, adalah botol kaca, seperti botol sirup, saus, selai, dan sebagainya baru hancur setelah 1 juta tahun.
Adapun waktu yang tertulis di atas adalah dalam keadaan tanah yang normal. Jika sampah itu berada di antara tumpukan sampah yang lain, maka waktu yang dibutuhkan tentu akan berbeda, karena adanya perbedaan cahaya, oksigen tekanan, dan sebagainya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.