Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/11/2018, 09:34 WIB

KOMPAS.com - Jika dilihat, sekilas gambar roti di atas tidak berbeda dengan roti pada umumnya. Tapi, siapa sangka roti ini sebenarnya dibuat dengan menggunakan kecoak.

Tepatnya, roti ini menggunakan tepung dari serangga tersebut. Produk ini dikembangkan oleh peneliti Brasil.

Tujuannya sebagai kemungkinan jalan keluar untuk mengatasi kekurangan pangan dan masalah ketersediaan protein binatang yang diperkirakan akan terjadi tidak lama lagi, yang merupakan akibat pertumbuhan penduduk.

Menurut PBB, sekitar 9,7 miliar orang akan hidup di bumi pada tahun 2050.

PBB mengusulkan pengenalan meluas serangga dalam susunan makanan manusia. Usulan ini dibuat karena diketahui serangga kaya protein, berlimpah di alam, serta tidak terlalu mahal.

Di beberapa tempat di dunia, seperti Asia Tenggara, serangga memang termasuk dalam bahan makanan, belalang contohnya.

Baca juga: Ilmuwan: Susu Kecoak Lebih Bergizi dari Susu Sapi

Bukan Kecoa Biasa

Tetapi roti ini tidak terbuat dari kecoak yang berkeliaran di saluran pembuangan di banyak kota dunia.

Para peneliti di Brasil menggunakan kecoak udang (Nauphoeta cinerea), spesies yang berasal dari Afrika utara.

Serangga ini sering dipakai sebagai makanan binatang peliharaan eksotik seperti tarantula dan kadal. Kecoak udang berkembang baik dengan mudah dan cepat jika dipelihara dalam ruang tertutup.

Kecoak dipilih untuk diolah menjadi tepung karena merupakan sumber protein yang kaya.

Protein kecoak bahkan lebih tinggi dibanding daging merah. Mereka memiliki 70 persen protein dalam komposisinya, artinya lebih banyak 50 persen dibanding daging merah.

Selain itu, serangga ini telah dikenal selama jutaan tahun dan tetap mempertahankan sifat genetikanya meskipun telah melewati evolusi.

"Mereka pastinya memiliki sesuatu yang benar-benar baik karena dapat melewati evolusi tanpa bantuan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan," jelas ahli pangan Andressa Jantzen, dari Federal University of Rio Grande (FURG), Brasil selatan.

Bekerja sama dengan sesama insinyur pangan Lauren Menegon, Andressa menghasilkan tepung dari kecoak kering seharga 51 dollar Amerika atau Rp750 ribu per kg. Serangga ini digiling di laboratorium.

Tinggi Protein

Resep roti ini hanya menggunakan 10 persen tepung serangga, sisanya adalah produk gandum biasa. Tetapi ini telah cukup menghasilkan produk yang mengejutkan.

"Tepung kecoak meningkatkan kandungan protein di roti menjadi 133 persen," kata Andressa kepada BBC Brasil.

Baca juga: Protein Tinggi Ditemukan pada Susu Kecoak, Berani Mencoba?

Sebagai perbandingan, 100 gram irisan roti tradisional buatan sendiri memiliki 9,7 gram protein. Roti kecoak mengandung 22,6 gram.

"Kami juga mengurangi jumlah lemak di resep sebesar 68 persen," tambah Andressa.

Menurut Andressa, produk ini tidak memiliki perbedaan signifikan dibandingkan dengan yang dibuat dari gandum seluruhnya.

"Kami melakukan analisis indera di samping tekstur, bau, warna dan rasa. Tidak terdapat perubahan yang berarti. Mungkin sejumlah orang akan merasakan sedikit rasa kacang," dia menjelaskan.

Serangga Lain

Percobaan ini mendapat tanggapan dari profesor gizi ahli kajian konsumsi serangga oleh manusia, Enio Viera.

Dia mengatakan terdapat banyak binatang lain yang dapat dimakan. Dia menyebut jangkrik, tawon, semut, kupu-kupu, ulat sutra dan bahkan kalajengking.

"Kita memiliki masalah budaya dalam menerima serangga (sebagai makanan), tetapi sebagian besar serangga dilumatkan dan kita bahkan tidak mengetahuinya," Viera mengatakan.

Dia juga menyatakan memakan serangga menimbulkan pengaruh yang kecil ke lingkungan dibandingkan sumber makanan tradisional.

"Kita memerlukan 250 meter persegi tanah untuk menghasilkan 1 kg daging sapi, sementara jumlah serangga yang sama dapat dimiliki dengan hanya menggunakan 30 meter persegi, ujar Viera.

"Kita juga memerlukan lebih sedikit air: 1.000 liter untuk 1 kg serangga dan 20.000 liter untuk daging sapi," imbuhnya.

Baca juga: Susu Kecoak Bakal Jadi Superfood Baru?

Menurut asosiasi peternak serangga, Brasil memiliki jenis serangga yang dapat dimakan terbanyak di dunia: 95 spesies. Ini karena iklim tropiknya.

Kebiasaan memakan serangga sudah umum di dunia, PBB menyatakan binatang ini adalah bagian dari susunan makanan lebih dari dua miliar orang.

Andressa dan Lauren sekarang bekerja membuat produk berdasar serangga lain, seperti kue, sereal, dan minyak.

Meskipun demikian, paling tidak untuk saat ini, Anda tidak akan menemukan roti kecoak dijual umum. Itu karena konsumsi manusia akan serangga tidak diizinkan pejabat kesehatan Brasil.

Sejauh ini serangga hanya dapat digunakan sebagai makanan binatang lain.

Tetapi negara lain telah menjual makanan berbahan dasar serangga.

Di Spanyol, jaringan toko serba ada Carrefour menjual makanan kecil dari jangkrik dan sejenis larva. Di Inggris, layanan makanan Eat Grub menawarkan pengiriman belalang dan ulat bakar.

Perusahaan penelitian AS, Global Market Insights, menyatakan pasar serangga yang dapat dimakan akan melewati angka 700 juta dollar AS atau Rp10,3 triliun dalam lima tahun ke depan.

Jadi, apakah Anda sudah siap memakan 'roti kecoak'?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Benarkah Masturbasi Bisa Mengubah Ukuran Penis?

Benarkah Masturbasi Bisa Mengubah Ukuran Penis?

Kita
Seberapa Dingin Puncak Gunung Everest?

Seberapa Dingin Puncak Gunung Everest?

Oh Begitu
4 Manfaat Buah Lengkeng untuk Kesehatan

4 Manfaat Buah Lengkeng untuk Kesehatan

Oh Begitu
Apakah Ada Efek Membersihkan Kotoran di Pusar?

Apakah Ada Efek Membersihkan Kotoran di Pusar?

Oh Begitu
8 Tanda Rabies pada Anjing yang Perlu Diwaspadai

8 Tanda Rabies pada Anjing yang Perlu Diwaspadai

Oh Begitu
Kenapa Inti Bumi Sangat Panas?

Kenapa Inti Bumi Sangat Panas?

Oh Begitu
Pria Rusia Tewas Diserang Hiu Macan di Mesir, Kenapa Hiu Menyerang Manusia?

Pria Rusia Tewas Diserang Hiu Macan di Mesir, Kenapa Hiu Menyerang Manusia?

Oh Begitu
Apakah yang Terjadi Saat Lubang Hitam Bertabrakan?

Apakah yang Terjadi Saat Lubang Hitam Bertabrakan?

Fenomena
Apakah Efek Sering Menggigit Kuku?

Apakah Efek Sering Menggigit Kuku?

Oh Begitu
Mengapa Ular Berganti Kulit secara Berkala?

Mengapa Ular Berganti Kulit secara Berkala?

Oh Begitu
Apakah Fungsi Kumis pada Gajah?

Apakah Fungsi Kumis pada Gajah?

Oh Begitu
Benarkah Bulu yang Dicukur Akan Tumbuh Lebih Cepat dan Lebat?

Benarkah Bulu yang Dicukur Akan Tumbuh Lebih Cepat dan Lebat?

Oh Begitu
7 Hewan Penghuni Amazon, Ada Ular Besar dan Burung Warna-warni

7 Hewan Penghuni Amazon, Ada Ular Besar dan Burung Warna-warni

Oh Begitu
Mengenal Obesitas yang Bisa Sebabkan Banyak Penyakit

Mengenal Obesitas yang Bisa Sebabkan Banyak Penyakit

Kita
10 Negara Terpanas di Dunia Versi World Atlas

10 Negara Terpanas di Dunia Versi World Atlas

Fenomena
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com