Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polusi Timbel di Bogor dan Tangerang Tinggi, Bagaimana Wilayah Lain?

Kompas.com - 16/10/2018, 13:04 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com — Baru-baru ini, harian Kompas melaporkan adanya konsentrasi timbel yang melebihi ambang batas di sebagian wilayah Bogor dan Tangerang. Konsentrasi yang berlebih ini dianggap membahayakan bagi manusia karena sejumlah efek yang ditemukan.

Dari beberapa penelusuran dan penelitian yang dilakukan oleh berbagai lembaga, polusi timbel ini bersumber dari praktik peleburan aki bekas di wilayah-wilayah itu.

Salah satu wilayah dengan konsentrasi timbel tertinggi di tanah dan darah warga terdapat di Desa Cinangka, Bogor. Anak-anak di wilayah ini bahkan menunjukkan indikasi adanya keracunan timbel, yaitu kecacatan fisik dan mental yang mereka alami.

Jika kajian konsentrasi timbel wilayah-wilayah tersebut telah terungkap, bagaimana dengan wilayah Indonesia yang lain? Untuk menjawab pertanyaan itu, Kompas.com menghubungi Yuyun Ismawati, insinyur lingkungan yang fokus terhadap masalah serupa.

Wilayah Indonesia Lainnya

"Penelitian lain tentang smelter timbel aki bekas yang kondisinya parah ada di Tegal," ungkap Yuyun melalui pesan singkat, Senin (15/10/2018).

"Hampir serupa dengan Cinangka. Ada beberapa papers dan reports tentang itu," imbuhnya.

Kebanyakan penelitian tentang konsentrasi timbel di Indonesia dilakukan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).

Dalam laporan International Atomic Energy Agnecy (IAEA), sejauh ini Batan telah bekerja sama dengan Badan Perlindungan Lingkungan untuk melakukan pengukuran polusi udara termasuk logam berat di 17 kota di Indonesia.

Hasilnya, Serpong adalah salah satu area dengan tingkat timbel berada di atas batas aman.

Tak hanya wilayah di dekat Jakarta saja, pemerintah juga sempat menutup industri peleburan logam skala kecil di Jawa Timur. Penutupan ini menyusul temuan konsentrasi timbel yang tinggi dalam aliran darah anak-anak sekolah dasar di area tersebut.

Baca juga: 6 Fakta Ilmiah Pencemaran Timbel di Bogor dan Tangerang

Cara Mengatasinya

Temuan dan hasil kajian di atas membuat kita lebih terbuka terhadap ancaman ini. Lalu, jika sudah tahu bahayanya, apa yang bisa kita lakukan?

Menurut Yuyun, terkait peleburan aki bekas dan smelter timbel, masyarakat tidak bisa turun tangan sendiri.

"Harus ada kebijakan dan pelarangan serta penegakan hukum (dari pemerintah)," tegasnya.

"Kalau punya aki bekas, kirim ke dileratau tempat beli aki kemarin. Harus diambil kembali oleh penjualnya," sambungnya.

Dengan kata lain, aki bekas seharusnya tidak dilebur oleh pihak yang bewenang.

Yuyun juga menyampaikan kegelisahannya tentang penanganan serius dari pihak berwenang terkait peleburan aki bekas tersebut.

"Yang jadi pertanyaan adalah sebetulnya isu lead smelter dari peleburan aki bekas ini sudah ada sejak tahun 2000-an dan kawan-kawan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) sudah teriak-teriak dari kapan hari, lalu dibantu Blacksmith/Pure Earth tapi cuma 2-3 tahunan dan belum tuntas semua," tutur Yuyun.

"Tidak ada keseriusan dari KLHK untuk menegakkan hukum, memantau dan membersihkan lahan tercemar," tambahnya.

Bagi Yuyun, sangat mengherankan mengapa hal ini belum tertangani dengan baik. Padahal, lokasi sumber cemaran timbel ini sangat dekat dengan Jakarta, ibu kota negara sekaligus pusat pemerintahan.

Yuyun menambahkan, "Selain itu, perlu dicermati juga, ingat timbel yang diproduksi dari smelter-smelter ini dijual ke mana atau apakah Indonesia juga mengimpor bijih timbal dari luar atau dalam bentuk limbah ewaste untuk dimurnikan."

"Siapa yang diuntungkan dengan bisnis smelter beracun ini sehingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan aparat penegak hukum tutup mata dan tidak punya kuasa untuk menertibkannya?" imbuhnya.

Dia menyayangkan lambatnya respons pemerintah dalam menangani polusi timbel ini. Menurutnya, hal ini bisa berdampak pada penanganan polusi logam berat lain di wilayah Indonesia.

"Kalau seperti ini respons pemerintah, bagaimana dengan pencemaran yang jauh dari Jakarta, seperti misalnya penggunaan merkuri secara ilegal di 93 kabupaten untuk mengolah emas?" ujar Yuyun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com