KOMPAS.com - Sebagai perkotaan padat penduduk, tak heran kalau warga Jakarta heboh saat mendengar ada sarang buaya di Kali Anak Ciliwung, tepatnya di kolong jembatan menuju Mal Mangga Dua Square.
Tak tanggung-tanggung, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta menyebut ada tiga ekor buaya yang tinggal di sana.
Petugas BKSDA DKI Jakarta Ismed mengatakan, tiga ekor buaya yang bersarang di kolong jembatan itu terdiri dari dua jenis berbeda, yakni buaya muara dan buaya senyulong.
"Jenisnya, dari pengamatan gambar ada tiga ekor. (Jenisnya) yang satu buaya muara, yang satu buaya senyulong. Buaya senyulong itu langka," kata Ismed kepada Kompas.com.
Lantas, apa bedanya buaya muara dengan buaya senyulong yang disebut bukan berasal dari pulau Jawa?
Baca juga: Dua Jenis Buaya Ditemukan di Kali Anak Ciliwung, Ahli Reptil Bingung
Herpetolog (ahli reptil) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidy mengatakan bahwa kedua jenis buaya itu sangat berbeda. Tidak hanya bentuknya yang beda, tetapi juga habitatnya.
Buaya muara (Crocodylus porosus)
Karena persebaran yang sangat luas dan mampu berkembang biak dengan baik, buaya muara adalah satu-satunya jenis buaya yang hidup di pulau Jawa.
Buaya muara merupakan jenis buaya terbesar di dunia, dengan panjang bisa mencapai enam meter.
Amir menuturkan, bila buaya panjangnya sudah mencapai lima sampai enam meter, artinya buaya tersebut sudah hidup sekitar 30 sampai 40 tahunan, atau bahkan lebih.
Bobot tubuhnya bisa mencapai ratusan kilogram dan dikenal sebagai buaya yang jauh lebih besar dari Buaya Nil (Crocodylus niloticus) dan Alligator Amerika (Alligator mississipiensis).
Buaya muara tidak hanya besar. Reptil dengan ciri khas sisik tidak menonjol di bagian kepala hingga leher ini juga kerap beradu konflik dengan manusia.
"Selama ini konflik paling banyak dengan buaya ini," ujar Amir.
Mereka bisa menerkam dan menelam manusia.
Buaya senyulong (Tomistoma schlegelii)
Kalau buaya muara panjangnya bisa mencapai enam meter atau lebih, buaya senyulong dewasa panjang maksimalnya hanya 3,5 sampai 4 meter.
Hal yang paling identik dari buaya senyulong adalah moncongnya yang runcing dan sempit.
"Moncongnya (buaya senyulong) meruncing, sangat beda dengan buaya muara," ujar Amir.
Buaya senyulong hanya tinggal di rawa gambut hitam yang airnya asam. Rawa seperti ini umumnya ditemukan di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi.
"Kalau di Jawa tidak ada. Di Jawa hanya ada buaya muara," imbuh Amir.
Sayangnya, jumlah mereka terus berkurang karena terus diburu atau kehilangan habitat yang disebabkan oleh penebangan, kebakaran, dan lainnya. Bahkan spesies ini terdaftar sebagai hewan rentan punah dalam daftar merah IUCN.
Tak heran, petugas BKSDA DKI yang melakukan pencarian buaya di Kali Anak Ciliwung mengatakan bahwa buaya senyulong merupakan hewan endemik yang langka.
"Ia (buaya senyulong) termasuk hewan yang dilindungi," pungkas Amir.
Baca juga: Buaya Berukuran Kecil Terlihat di Kali Anak Ciliwung
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.