KOMPAS.com - Orang tuli juga bisa "mendengarkan" musik. Ini berarti para atlet tuna rungu juga bisa menikmati musik Andi Rianto dalam pembukaan Asian Para Games yang berlangsung semalam.
Setidaknya hal ini sudah disadari dan diterapkan oleh seniman Indonesia, baik di bidang musik maupun film lewat bioskop bisu.
Pada acara festival musik Synchronize Fest hari kedua kemarin (6/10/2018), misalnya. Salah satu band pop asal Bandung WestJamnation menggandeng juru bahasa isyarat dalam aksi panggungnya.
Baca juga: Buka Asian Para Games 2018, Jokowi Gunakan Bahasa Isyarat
Jati Andito sang vokalis bersama bandnya mengenakan kemeja putih, sementara penerjemah bahasa isyarat yang diketahui bernama Cintra Afridiyana mengenakan pakaian hitam.
Cintra kerap membuat gerakan tangan seperti sedang memainkan gitar atau seperti meniup terompet ketika kedua alat musik itu sedang dominan dimainkan. Juru Bahasa Isyarat dari Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) itu menerjemahkan setiap lirik kalimat yang sedang dinyanyikan Jati.
"Teman tuli bisa menikmati musik lewat getaran suara," kata Jati yang menyadari hal ini sejak merilis video musik Sudah Terlambat pada Februari 2018.
Saat itu, mereka melibatkan juru bahasa isyarat dan teman tuli dari Gerkatin. Di sinilah WestJamnation sadar bahwa teman tuli juga bisa menikmati musik dari pelantang.
Lantas, bagaimana cara orang tuli menikmati musik?
November 2001, University of Washington (UW) memberi ulasan tentang bagaimana orang tuli mengindera getaran di bagian otak yang sama seperti orang lain untuk mendengar. Artinya, orang tuli maupun tidak, punya pengalaman yang mirip ketika "merasakan" musik.
Temuan ini menjelaskan bagaimana musisi tuli tetap bisa mengindera musik dan penonton tuli bisa menikmati konser atau acara musik lain.
"Persepsi atas getaran musik oleh orang tuli mungkin saja nyata seperti suara musik yang sepadan karena persepsi itu diproses bagian otak yang sama," kata Dr. Dean Shibata, yang saat itu menjadi profesor asisten radiologi di Universitas Washington.
Dalam presentasi Shibata di Radiological Society of North America (RSNA) ke-87 tahun 2001, otak disebut sangat mudah beradaptasi.
Pada orang tuli, otak muda akan mengambil keuntungan berharga pada otak agar bisa memproses getaran di bagian otak yang digunakan untuk memproses suara.
Hasil temuan itu didapat setelah ia melakukan penelitian di University of Rochester School of Medicine di New York. Ia melibatkan model penelitian dari mahasiswa teknik tuli dari Institut Teknologi Rochester.
Shibata menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) untuk membandingkan aktivitas otak antara 10 mahasiswa tuli dengan 11 relawan yang memiliki pendengaran normal. Pemindaian otak fMRI dilakukan saat mereka merasakan getaran berselang di tangan mereka.
Kedua grup sama-sama menunjukkan aktivitas otak di bagian yang biasanya memproses persepsi getaran.
Namun grup pelajar tuli menunjukkan aktivitas tambahan di bagian seukuran bola golf. Bagian ini merupakan korteks terkait pendengaran yang biasanya hanya aktif selama ada rangsangan suara. Orang-orang dengan pendengaran normal tidak menunjukkan aktivitas di korteks ini.
Baca juga: Jelang Hari Tuli Sedunia: Penyandang Tunarungu Perlu Edukasi Kesehatan
"Temuan ini menggambarkan bagaimana pengalaman yang berbeda dapat memengaruhi penyusunan otak. Ternyata gen kita secara tidak langsung memiliki strategi pengembangan agar semua bagian otak digunakan seefisien mungkin," ujar Shibata.
Dari sinilah terjawab bagaimana orang tuli dapat menikmati musik bahkan beberapa di antaranya menjadi pemain musik.
Menurut Shibata, informasi getaran memiliki fitur mirip informasi suara.
Oleh sebab itu, ia mengingatkan agar para ahli bedah saraf harus lebih berhati-hati saat akan melakukan operasi pada pasien tuna rungu, khususnya saat akan melakukan operasi di sekitar korteks pendengaran orang tuli. "Karena jelas area tersebut berfungsi," ujar Shibata.
Shibata juga mengatakan, musik bagi orang tuli akan membantu mengembangkan stimulus otak mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.