Juru Bicara Kementerian PUPR, Endra Atmawidjaja, menilai jasad korban bisa lebih berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat, dibandingkan ekses terbatasnya fasilitas MCK.
"Kalau penganan jasad lambat atau tidak segera dikubur, itu bisa jadi bibit penyakit. Ini lebih berbahaya dibandingkan buangan manusia."
"Soal kakus, kita bisa kembali ke pola paling tradisional kalau darurat, misalnya di tanah kosong. Kalau soal mayat tidak bisa karena wabahnya bisa lebih cepat menular," kata Endra.
Kementerian PUPR awal pekan ini mengirim 50 toilet portabel, 15 di antaranya telah tiba di Palu. Sekitar 60.000 pengungsi di daerah itu diklaim setidaknya membutuhkan 150 toilet berpindah.
Endra berkata, PUPR berharap lembaga kemanusiaan dan korporasi dapat menyediakan 100 toilet portabel ke Palu. Meski menurut hitungan Katharina, seharusnya tersedia 1.200 toilet darurat.
Artinya, satu toilet itu digunakan maksimal untuk lima kepala keluarga, yang setidaknya terdiri dari lima orang.
Tak hanya toilet, dari Makassar, Surabaya, dan Jakarta, Kementerian PUPR juga mengirim 125 hidran berkapasitas 2.000 liter dan 15 tangki air. Peralatan itu akan ditempatkan di pengungsian besar, antara lain di halaman balai kota, bandara, markas korem, masjid besar, dan kantor Brimob.
"Ini hanya soal waktu. Kami harapkan sebelum seminggu pasca kejadian, semuanya sudah tersedia, karena kalau lebih dari itu, warga akan berhadapan dengan penyakit," kata Endra.
Untuk air bersih, PUPR berencana mengirim mobil instalasi pengolahan air. Endra menyebut mobil itu dapat memaksimalkan sumber air bersih di beberapa sungai di Palu.
"Kalau sumbernya besar, kami bisa ambil terus menerus, lalu distribusikan. Satu liter air per detik bisa untuk 1.000 jiwa," kata dia.
Baca juga: Kementerian PUPR Fokus Sediakan Air Bersih dan Sanitasi di Palu
Menurut Katharina, pemerintah sebenarnya juga dapat menggunakan teknologi reverse osmosis untuk mengubah air laut menjadi air bersih.
Teknologi yang disebutnya cukup mahal itu bisa didapat dari bantuan negara asing.
"Kalau memungkinkan, olah juga air laut, selain air tanah. Tapi karena mungkin tercemar, ambil air agak ke tengah laut," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.