Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petaka di Petobo adalah Likuefaksi Paling Dahsyat, Ini Alasannya

Kompas.com - 03/10/2018, 21:21 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Fenomena likuefaksi seperti yang terjadi di desa Petobo, Palu, setelah gempa berkekuatan 7,4 sebenarnya bukan yang pertama.

Menurut catatan Adrin Tohari, peneliti bidang Geoteknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), setidaknya ada tujuh likuefaksi yang pernah terjadi di Indonesia sejak 1992.

Dari semua likuefaksi yang pernah terjadi, Adrin mencatat likuefaksi di Petobo adalah yang terdahsyat hingga membuat sebuah desa lenyap.

Baca juga: Viral Video Tanah Bergerak Pasca Gempa Donggala, Ini Penjelasan Ahli

Setelah gempa Flores berkekuatan 7,8 yang terjadi tahun 1992, muncul fenomena likuefaksi di Maumere. Meski gempa itu juga mengakibatkan tsunami setinggi 36 meter, namun likuefaksi yang terjadi disebut berskala kecil.

Adrin mengungkap, likuefaksi di Maumere hanya berupa retakan-retakan tanah yang membuat sedikit amblas dan munculnya sedikit semburan pasir.

Kemudian, gempa bumi di Aceh tahun 2004 juga menimbulkan likuefaksi dengan skala lokal yang kecil.

Gempa Jogja tahun 2006 menyebabkan sumur penduduk tersumbat dan muncul likuefaksi di daerah Gunung Kidul.

Selain itu, likuefaksi berskala kecil juga terjadi saat gempa Bengkulu tahun 2007, gempa Padang tahun 2009, dan gempa yang baru saja terjadi di Lombok.

"Tapi semuanya likuefaksi berskala kecil yang berupa semburan pasir, retakan-retakan, atau penyumbatan sumur. Tidak ada yang mengalir dan menenggelamkan ratusan rumah seperti di Petobo," kata Andri.

Hal ini karena semua likuefaksi itu muncul di sumber gempa yang jaraknya jauh hingga ratusan kilometer.

"Sementara yang di Petobo, sumber gempa dengan daerah likuefaksi yang saya ukur (jaraknya) tidak lebih dari 10 atau 15 kilometer, jadi masih dekat dan guncangannya sangat hebat," imbuhnya.

Selain kondisi tanah yang labil, daerah likuefaksi di Palu juga mendapat guncangan sangat hebat karena letaknya yang tak jauh dari pusat gempa.

"Kalau misalnya jarak pusat gempa 100 kilometer (dari kawasan rentan likuefaksi), enggak akan terjadi likuefaksi di daerah itu," jelasnya.

Adrin menambahkan, jarak sumber gempa berkaitan erat dengan kecepatan rambatannya. Ketika gelombang semakin jauh, efek rambatnya akan semakin kecil.

Baca juga: INFOGRAFIK: Fenomena Likuefaksi yang Terjadi akibat Gempa Sulteng

Likuefaksi paling dahsyat

Sepanjang Andri mengamati dan melakukan penelitian tentang likuefaksi, fenomena yang terjadi di Petobo, Palu adalah yang paling kuat dibanding likuefaksi sebelumnya.

Tidak hanya di Indonesia, catatan yang pernah terjadi di Jepang saat gempa Tohoku 2011 berkekuatan 9,0 menyebut likuefaksi di sana tergolong berskala kecil, yakni hanya ada semburan pasir dan bangunan amblas sedalam setengah meter.

"Enggak ada yang tergulung dalam satu daerah seperti Petobo," ujarnya.

Hal ini sekali lagi karena daerah likuefaksi dan jarak dengan sumber gempa yang jauh.

Meski gempa mengguncang Jepang dengan kekuatan jauh lebih besar dari Palu, jaraknya yang jauh membuat likuifaksi muncul dalam skala kecil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com