KOMPAS.com - Kasus dugaan penganiayaan Ratna Sarumpaet akhirnya telah berakhir. Ratna mengakui telah berbohong, dan sebetulnya lebam pada wajahnya diakibatkan oleh prosedur operasi sedot lemak.
Sebelum Ratna mengakuinya, dokter bedah plastik Tompi sudah terlebih dahulu menduga hal tersebut di akun Twitter-nya.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah spekulasi yang diungkapkan oleh Tompi ini etis? Terlebih karena Tompi sendiri tidak terlibat langsung dalam tindakan atau prosedur operasi.
Pak @mohmahfudmd : terjawab sudah https://t.co/alPCeJgbvY
— tompi (@dr_tompi) October 2, 2018
Menurut dr Teddy OHP, SpBP, dokter spesialis bedah plastik, hal ini tidak bisa serta merta bisa dipandang dalam ranah etis dan tidak etis, tetapi perlu dikaji konteksnya.
"Pada dasarnya, jika saya melakukan tindakan atau pengobatan pada seseorang, saya tidak akan mengungkapkannya pada publik kecuali dengan concern si pasien," tutur Teddy.
Baca juga: Ratna Sarumpaet Akui Bohong soal Oplas, Bagaimana Kita Harus Bersikap?
"Kalau saya tahu seseorang ditangani atau diobati oleh dokter yang lain, meski bisa dikenali, saya tidak akan menyampaikannya kepada publik kecuali dengan concern yang bersangkutan," sambungnya.
Meski begitu, Teddy mengatakan perlu pengkajian yang lebih dibanding hanya hitam-putih etik.
"Ketika ada satu hal yang disampaikan seseorang secara deviated (menyimpang), maka orang lain mungkin akan tertantang untuk harus menyampaikan kebenaran," kata Teddy.
"Hanya mungkin teknik penyampaiannya yang harus dikaji juga, bagaimana harus menyampaikannya," tegasnya.
Teddy mencontohkan ketika seorang dokter yang mengenal betul seorang kriminal karena pernah menanganinya.
Baca juga: Demi Selfie Sempurna, Banyak Milenial Ingin Operasi Plastik
"Lalu dia (kriminal) melakukan prosedur medis di tempat lain yang membuat wajahnya berubah dan melakukan kejahatan," tuturnya.
"Dan saya tahu berdasarkan perubahan itu dia melakukan kejahatan, maka saya tidak bisa diam. Saya akan report ke yang berwenang, tapi saya tidak perlu memberikan ujaran ke publik," tambahnya.
Meski demikian, Teddy kembali menekankan bahwa hal ini tidak bisa dilihat dari hitam-putih etik saja. Dia mengingatkan perlunya kajian konteks terhadap masalah serupa.
"Jadi perlu ada klarifikasi supaya tidak terjadi polemik. Menurut saya, (ini) akan merugikan banyak pihak jika polemik terjadi dan harus terangkat," katanya.
"Karena ada yang mengungkapkan secara berbeda dan mengundang bola liar, akan menjadi konflik berkepanjangan. Padahal menurut saya, tidak harus terjadi," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.