Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trigeminal Neuralgia, Nyeri Paling Ngeri yang Menyerang Wajah Manusia

Kompas.com - 27/09/2018, 16:30 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - 6 dari 100.000 orang di dunia mengalami nyeri luar biasa pada wajahnya. Nyerinya sangat ngeri. Desir angin bagai tamparan. Elusan bagai sayatan. Dunia medis menyebutnya sebagai trigeminal neuralgia.  

"Dari skala 1 sampai 10, nyeri ini skalanya 10," kata dr Mahdian Nur Nasution Sp BS, spesialis bedah saraf dari Klinik Nyeri dan Tulang Belakang, Jakarta.

Trigeminal neuralgia bertambah ngeri karena diagnosanya memakan waktu lama dan tak cukup lewat tes darah, rontgen, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

"Kebanyakan pasien baru didiagnosa trigeminal neuralgia setelah bertahun-tahun berobat. Tes darah tidak akan bisa melihat. MRI saja juga tidak. Diagnosis biasanya ditegakkan dari cerita pasien," katanya dalam diskusi tentang trigelminal neuralgia di Klinik Nyeri dan Tulang Belakang, Kamis (27/9/2018).

Sebab dan Diagnosa

Biang nyeri hebat itu adalah gangguan saraf trigeminal di batang otak, bagian dalam kepala belakang bawah. Pemicunya ialah letak saraf yang terlalu dekat dengan pembuluh darah arteri ataupun vena.

Saat pembuluh berdenyut karena darah lewat, saat itu juga saraf tertekan. Rangsang tekanan dihantarkan ke cabang saraf kelima dari batang otak yang arahnya menuju balon ganglion di wajah.

Dari sana, rangsangan diteruskan ke ujung-ujung saraf di kening, dahi, hingga rahang bawah dan ditangkap indera manusia sebagai rasa nyeri.

"Nyeri bisa muncul di kening, dahi, atau banyak bagian sekaligus. Bisa juga di rahang sehigga pasien yang menderitanya kerap dikira sakit gigi saja," jelas dr Heri Aminuddin SpBS, spesialis bedah saraf lainnya.

Timbulnya trigeminal neuralgia kerap dihubungkan dengan faktor usia. Banyak penderita memang berusia lebih dari 50 tahun.

Namun demikian, penyakit itu juga bisa diderita remaja dan dewasa muda yang memiliki riwayat trauma, karena kecelakaan misalnya.

Baca juga: Nyeri Haid Hingga Tak Bisa Beraktivitas? Waspadai Endometriosis

"Tumor dan kista di otak juga bisa mengakibatkan trigeminal neuralgia. Kalau ini sebabnya, nyeri juga bisa menyebar ke saraf-saraf lain," jelas dr Heri.

Dari tipe serangannya, nyeri tersebut bisa digolongkan menjadi dua: klasik, yaitu yang nyerinya hebat tetapi hanya sesaat dan atipikal, yaitu yang tingkat nyerinya lebih rendah tetapi berlangsung lama.

"Sulit mengenali penyakit ini secara mandiri," kata dr Mahdian menguraikan diagnosanya. "Kalau tidak sakit gigi, pasien biasanya mengira terkena kanker, apalagi kalau nyerinya di dahi dan kening."

Dia mengatakan, tak jarang pasien datang padanya setelah belasan tahun merasakan sakit dan kehilangan gigi karena anjuran untuk mencabut.

Dalam diagnosis, pasien akan diminta menceritakan rasa sakit yang dialami dan melakukan tes pencitraan dengan MRI.

"Tujuan MRI lebih untuk memastikan tidak ada tumor dan kista. Kalau tidak ada dua itu, bisa dipastikan masalahnya pada pembuluh darah," katanya.

Pengobatan

Sejumlah obat seperti carbamazepin, obat anti epilepsi, dan gabapentin menjadi alternatif pertama untuk terapi.

Sayangnya, kerap kali obat tak efektif. Rasa sakit tetap muncul walaupun menenggak dosis hingga 1.200 mg per harinya.

Langkah paling mujarab adalah operasi. Dokter akan membedah kepala, memasang lapisan teflon di antara saraf dan pembuluh darah yang berdekatan.

Kelemahan operasi adalah mahal. Biayanya mencapai Rp 150 juta. Pasien juga harus dalam keadaan fit, tidak punya riwayat ginjal dan hipertensi.

Botox juga bisa menjadi alternatif tindakan. Namun efeknya hanya sebentar. Pasien akan kambuh dalam waktu 3 bulan.

Tindakan paling optimal adalah ablasi frekuensi radio. Dengan tindakan itu, saraf sumber rasa sakit akan dipanaskan dengan alat yang memancarkan gelombang persis dengan gelombang radio AM.

Panas akan mematikan ujung saraf sehingga tidak menghantarkan sinyal sakit. "Ibaratnya kita mematikan sekring agar listrik tidak mengalir," kata Mahdian.

Saat tindakan, pasien akan dibius. Di bagian akhir, pasien akan dibangunkan untuk mengetahui efektifitas tindakan.

Kelebihan ablasi frekuensi radio dibandingkan terapi lain adalah harganya yang lebih murah, hanya Rp 18 juta termasuk obat. Potensi kekambuhan juga lebih lama.

Kelebihan lain adalah waktu tindakan yang hanya 15-30 menit dan tanpa rawat inap. Setelahnya, rasa sakit pasien 80 persen berkurang dan berangsur menghilang.

Banyak penyakit bisa dicegah tetapi sayangnya trigeminal neuralgia tidak. "Ini bukan penyakit karena gaya hidup. Saat kena, hanya perlu menemui dokter yang tepat," kata dr Mahdian.
 
Baca juga: Sama Sakitnya dengan Serangan Jantung, Nyeri Haid Malah Diabaikan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com