KOMPAS.com - Sebuah pesawat dari Dubai dikarantina selama beberapa jam di New York karena sekitar 100 penumpang termasuk awak pesawat mengeluh sakit.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) seperti dilansir The Washington Post, Rabu (5/9/2018), mereka semua mengeluhkan batuk, demam, dan sakit perut selama melakukan perjalanan dengan Emirates Airline, EK203.
549 orang yang ada di pesawat EK203 langsung dievalusi dan dilakukan pengecekan suhu. Jelang dini hari, semua orang dipulangkan kecuali 11 orang yang dilarikan ke rumah sakit, yakni tiga penumpang dan tujuh anggota kru penerbangan ke rumah sakit.
Baca juga: Influenza Diduga Bikin Banyak Kru dan Penumpang Emirates Jatuh Sakit
"Sampai saat ini kami terus mengevaluasi dan mencari tahu penyebabnya. Tetapi gejala menunjukkan tanda-tanda flu," ujar Eric Phillips, sekretaris pers untuk Walikota New York City dalam twitnya.
All the passengers are off and have been evaluated. 19 sick. 10 to hospital and 9 refused medical attention. Health officials are processing tests now to determine the cause. Symptoms still pointing to the flu. https://t.co/ZWURgb68bJ
— Eric Phillips (@EricFPhillips) September 5, 2018
Dari kejadian ini, mungkin Anda akan bertanya-tanya, bagaimana jika kita sakit selama melakukan perjalanan udara dan apa yang terjadi begitu mendarat?
"Hingga saat ini kami masih melakukan penyelidikan. Seperti nyamuk yang menyebarkan malaria, pesawat juga bisa menjadi vektor penyakit, yang menyebarkan (penyakit) dari satu negara ke belahan dunia lainnya," ujar Allen Parmet, pengajar di Program Keselamatan dan Keamanan Penerbangan USC dilansir The Verge, Rabu (5/8/2018).
Pria yang juga bekerja sebagai konsultan pengobatan aerospace mengatakan, kasus seperti ini sebenarnya bukan hal baru. Terlebih penduduk bumi sudah berpergian mengelilingi dunia selama ribuan tahun, mereka membawa cacar ke Amerika atau menyebarkan wabah ke Eropa.
Hal yang membedakan sekarang adalah kecepatannya. Lewat pesawat terbang, proses penularan penyakit juga semakin cepat terjadi. "Ini menjadi tantangan unik untuk mengobati dan memantau wabah," katanya.
Untuk membahas lebih lanjut bagaimana infeksi menyebar dengan cepat di pesawat hingga menumbangkan ratusan orang, kami telah merangkum hasil wawancara The Verge dengan Permet. Berikut ulasannya.
Saat ada penumpang pesawat yang sakit, entah infeksi pilek atau pernapasan, mereka memiliki alergi.
Aspek lainnya adalah kelembaban udara saat pesawat melaju sangat rendah. Kita membutuhkan sekitar 40 persen kelembaban untuk merasa nyaman. Kurang dari itu tenggorokan dan mata akan terasa kering dan tidak nyaman, terutama bagi Anda yang menggunakan lensa kontak.
Jadi sebenarnya cukup umum bila ada seseorang yang batuk di pesawat.
Jawabannya tidak terlalu (cepat), tergantung seberapa kering lingkungan. Lingkungan yang sangat kering akan membunuh bakteri sensitif seperti Legionnaires, sebab itu sangat sulit untuk menyebarkan bakteri di lingkungan kering.
Misalnya virus batuk atau bersin. Pertama, titik-titik kecil yang keluar saat bersin atau batuk akan menguap mengikuti aliran udara. Aliran udara di dalam pesawat terbang bergerak sangat cepat, kemudia virup akan menempel di langit-langit dan lantai di semua pesawat modern.
Itu pertanyaan yang sulit dijawab karena kami tidak memiliki pengawas kesehatan di pesawat terbang. Hal seperti ini harus dilihat secara langsung, bagaimana batuk mereka, apakah mereka memproduksi dahak atau sputum berdarah. Semua harus diperiksa secara langsung.
Semua pramugari mendapat pelatihan CPR dan pertolongan pertama. Secara umum, pesawat memiliki dua peralatan medis. Peralatan medis pertama adalah yang digunakan untuk pertolongan pertama, seperti kotak P3K, perban, dan alat tensi tekanan darah.
Peralatan kedua untuk petugas medis berlisensi, yang di dalamnya ada obat-obatan tertentu dan AED (Automated External Defibrillator). Para pramugari juga dilatih menggunakan AED.
Jika hal ini tidak dapat ditangani, mereka akan meminta bantuan konsultan penerbangan atau bertanya apakah di antara penumpang ada yang bekerja sebagai dokter.
Jika ada dokter memenuhi syarat dan menemukan bahwa penumpang memiliki semacam penyakit menular, mereka (dokter) akan memberitahukan kapten dan memberi saran apa yang sebaiknya dilakukan, entah mendarat di bandara terdekat atau lainnya. Rekomendasi yang diberikan dokter hampir selalu dipenuhi dan diterima oleh kapten, demi keselamatan bersama.
Kemudian kapten akan memberi tahu kontrol lalu lintas udara bahwa ada keadaan darurat medis. Kontrol lalu lintas udara akan mengarahkan ke bandara terdekat yang sesuai, bandara kemudian memberi tahu layanan darurat.
Jika yang terjadi adalah kondisi infeksi, mereka mungkin akan segera memberi tahu otoritas kesehatan masyarakat dan rumah sakit untuk membuat keputusan tentang apakah pasien berbahaya bagi diri sendiri dan apakah mereka berpotensi menginfeksi orang lain.
Sebab, saat pesawat mendarat dan sistem aliran udara dimatikan, ada potensi orang lain ikut terinfeksi. Tindakan selanjutnya, dikarantina atau tidak tergantung pada seberapa parah ancaman penyakit. Bila penyakit itu adalah Ebola, maka semua orang harus dikaratina dan menjalani pemeriksaan medis.
Baca juga: Jadi Lebih Cengeng Saat Naik Pesawat? Sains Bilang Itu Wajar
Kami akan mencoba untuk mengisolasi rumah sakit. Semua rumah sakit umumnya memiliki area isolasi di mana aliran udara tersedot ke ruangan di mana pasien berada dan keluar melalui filter. Sehingga jika ada pasien batuk dan bersin tidak menyebar ke seluruh rumah sakit. Kemudian mereka diberi sarung tangan, pelindung kepala dan pakaian khsuus, agar tidak menularkan penyakit ke yang lain.
Sebagai seorang dokter saya akan mengatakan, demam dan batuk adalah penyakit yang membutuhkan waktu untuk berkembang, setidaknya dua sampai tiga hari.
Sehingga kita harus melihat latar belakang sekelompok orang ini. Apakah mereka semua memiliki hubungan, apa kesamaan mereka, apa mereka ada di dalam perjalanan yang sama untuk wantu tertentu, atau apakah mereka duduk di ruang tunggu yang sama selama 12 jam untuk menunggu pesawat lepas landas? Semua itu perlu dipelajari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.