KOMPAS.com – Selang dua minggu setelah gempa bermagnitudo 7,0, gempa berkekuatan besar kembali mengguncang Lombok pada Minggu (19/08/2018) malam.
Gempa yang terjadi semalam bermagnitudo 6,9. Daryono, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, gempa itu baru, bukan susulan dari gempa sebelumnya.
Ia menambahkan, kedua gempa disebabkan oleh sumber yang sama, yaitu Sesar Naik Flores atau Flores Back Arc Thrust.
Dalam kurun waktu beberapa waktu belakangan, sesar tersebut telah menyebabkan sejumlah gempa besar, masing-masing bermagnitudo masing-masing 6,4; 7,0; 6,3; dan 5,9. Daryono menyebut, aktivitas sesar itu memicu "multiplet gempa".
Mengamuk
Sejarah mencatat, Sesar naik Flores pernah memicu gempa-gempa besar sejak ratusan tahun lalu. Gempa tertua yang tercatat bermagnitudo 7, mengguncang Bali dan Nusa Tenggara pada 22 November 1815. Gempa tersebut memicu tsunami.
Baca juga: 7 Fakta Tentang Gempa Berkekuatan M 7 yang Kembali Guncang Lombok
Gempa selanjutnya yang pernah dipicu oleh sesar tersebut bermagnitudo 7,5, merusak Bima pada 28 November 1836.
Selang beberapa bulan, pada 18 Mei 1857, Sesar naik Flores memicu gempa mermagnitudo 7. Gempa tersebut mengguncang Bali dan Nusa Tenggara serta kembali memicu tsunami. Korban dan kerusakan belum terdokumentasi dengan baik saat itu.
Aktivitas sesar itu mulai tercatat setelah Indonesia memiliki seismograf. Pada 14 Juli 1976, Sesar Naik Flores memicu gempa bermagnituo 6,6, mengguncang Seirit, Bali.
Gempa itu menelan 559 korban jiwa dan merusak 67.419 rumah. Terakhir sebelum rentetan gempa pada 2018 ini, sesar itu mengguncang Flores pada 12 Desember 1992, mengakibatkan 2.500 orang meninggal dunia.
Pakar tektonik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano, mengatakan, tahun 1992, aktivitas Sesar Naik Flores memicu tsunami dengan ketinggian 36 meter.
Setelah gempa tahun 1992 itu, Sesar Naik Flores nyaris tak terdengar aktivitasnya. "“Itu bisa diperlihatkan bahwa dalam beberapa puluh tahun terakhir tidak ada gempa dengan magnitudo besar," kata Irwan saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/8/2018).
Baca juga: Gempa Lombok: Terjadi Penaikan Daratan Hingga 40 Cm, Ini Sebabnya
Daryono dan Irwan menjelaskan, sesar yang tidak menyebabkan gempa bukan berarti tidak aktif. Mereka seperti manusia yang memendam energi amarahnya.
Rentetan gempa yang terjadi sekarang ini adalah luapan amarah Sesar Naik Flores yang lama memendam energi. "Ngamuk karena medan stres yang terakumulasi di kerak dangkal cukup besar," kata Daryono.
Hingga saat ini, tak ada yang mampu memprediksi waktu sebuah sesar meluapkan energinya sehingga gempa semalam tak lantas membenarkan prediksi gempa yang beredar sebelumnya.
Yang Mungkin Terjadi ke Depan
Hingga Senin pagi tadi, gempa bermagnitudo 6,9 telah mengakibatkan 88 gempa susulan dengan kekuatan lebih kecil.
Irwan mengajak masyarakat di Bali dan Nusa Tenggara Barat untuk waspada. Sesar Naik Flores aktif dan berpotensi memicu gempa lain setelahnya. Energi yang lepas pada satu segmen bisa menyebabkan tekanan di segmen sesar lain dan lepas pada waktu yang sulit diprediksi.
"Ada kemungkinan wilayah dekat Lombok ke sisi Sumbawa atau Bali mungkin mengalami gempa. Tapi sulit mengatakan untuk mengatakan rembetan ini sampai ke Jawa," katanya.
Rangkaian gempa ini mungkin saja berakhir semalam tetapi, serial gempa akibat Sesar naik Flores ini bisa saja berlanjut. Bagi pemerintah Nusa Tenggara Barat, gempa dan kerusakannya kali ini bisa menjadi renungan dalam mengembangkan wilayahnya.
Baca juga: Penaikan dan Penurunan Daratan Pasca Gempa Lombok, Ini Dampaknya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.