KOMPAS.com - Ternyata bukan hanya obat-obatan terlarang yang dapat menyebabkan kecanduan. Makanan sehari-hari juga memiliki dampak yang sama. Lantas, bagaimana cara kerja kecanduan makanan?
Untuk memahami cara kerja kecanduan makanan, peneliti terlebih dahulu menjelaskan cara kerja kecanduan narkoba.
Menurut Dr. Ellen Hendriksen, seorang psikolog, narkoba dan zat alami lainnya, mampu membuat seseorang kecanduan karena adanya sebuah neurotransmitter dalam otak yang disebut dopamin.
Dopamin akan memengaruhi berbagai daerah dalam otak dan berperan membentuk kesenangan hingga kecanduan. Mulai dari alkohol, narkotika, hingga makanan sehari-hari diketahui mampu memengaruhi pelepasan dopamin.
Baca juga: Berkaca Kasus Demi Lovato, Kambuh Kecanduan Narkoba Berisiko Bahaya
Ketika seseorang menggunakan heroin, dopamin akan bergerak dari sel-sel tertentu dan berakhir pada sinapsis otaknya. Hal tersebut akan menyebabkan seseorang menjadi mabuk.
Dopamin hanya dilepaskan oleh sejumlah kecil sel otak, tetapi masing-masing sel tersebut terhubung ke ribuan sel otak lainnya seperti jaringan listrik. Sehingga, jangkauan pengaruh dopamin menjadi sangat jauh.
Sel-sel yang terhubung akan membentuk respons terhadap konsumsi obat-obatan, seperti pembelajaran, pengambilan keputusan, dan memori.
Dampaknya, seseorang akan mengalami keinginan yang kuat terhadap heroin. Ia akan makan sebanyak - banyaknya ketika ia bisa mendapatkan heroin tersebut. Dia akan mulai membutuhkan lebih banyak heroin dari waktu ke waktu dan mengalami gejala fisik ketika dia tidak bisa mendapatkannya.
Kemudian ia akan mulai menarik diri, hingga akhirnya mengalami sensitisasi silang atau reaksi yang meningkat terhadap obat-obatan serupa karena perubahan di otak. Seseorang yang sudah mengalami hal serupa disebut sebagai pecandu.
Lantas bagaimana cara kerjanya pada makanan?
Bart Hoebel, Ph.D., seorang profesor psikologi dari Princeton University, melakukan sebuah percobaan pada tikus untuk mencari tahu apakah gula memiliki efek adiktif.
Peneliti menjauhkan tikus dari makanan selama 16 jam dan melewatkan waktu sarapannya. Setelah itu, tikus tersebut mendapat akses tak terbatas pada makanannya dan 10 persen larutan sukrosa, yang jumlahnya mirip dengan soda.
Setelah melewati satu bulan, tikus tersebut menunjukkan adanya 4 gejala kecanduan.
Pertama, mereka mengonsumsi terlalu banyak, ketika mereka memiliki akses ke air gula, mereka minum dalam jumlah yang sangat besar.
Kedua, mereka menunjukkan tanda-tanda penarikan diri, diindikasikan oleh tremor, tinggal di sudut gelap kandang, dan bereaksi pasif terhadap stres.
Ketiga, mereka menunjukkan tanda ketagihan, hal tersebut diukur dengan usaha yang dilakukan untuk mendapatkan gula setelah 16 jam tanpa makanan.
Terakhir, ketika larutan gula diambil, mereka justru memilih untuk mengonsumsi larutan alkohol. Hal tersebut menunjukkan terjadinya sensitisasi silang.
Dari percobaan tersebut, peneliti melihat bahwa proses yang sama juga dapat berlaku pada manusia. Proses otak yang kecanduan dopamin pada tikus dan manusia pada dasarnya sama.
Baca juga: Pertama di Dunia, Australia Uji Coba Obat Atasi Kecanduan Narkoba
Melihat perilaku tikus percobaan, peneliti menyebutkan bahwa ada upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kecanduan makanan.
"Sarapan merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Konsumsi sarapan yang mengandung protein dan kurangi lemak," ujar ahli.
Soda memang terasa lebih menarik, namun peneliti juga menegaskan bahwa soda dapat mengganggu tubuh dalam mengatur asupan makanan yang dikonsumsi.
Sehingga, peneliti menyarankan untuk menahan diri dari soda dan lebih memilih air mineral. Selain itu, upaya paling penting dalam mencegah kecanduan makanan adalah dengan mengubah kebiasaan dan pola hidup.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.