Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Keparahan PMS Berbeda-beda pada Tiap Perempuan?

Kompas.com - 15/08/2018, 12:17 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Sindrom pramenstruasi atau kerap disingkat PMS sering kali mengganggu kehidupan perempuan di berbagai belahan dunia.

Uniknya, setiap perempuan memiliki tingkat keparahannnya masing-masing. Ada yang tidak mengalami gejala sama sekali.

Tapi, banyak pula yang mengalami gejala seperti kram perut, pusing, perubahan suasana hati, hingga pingsan.

Perbedaan gejala dan tingkat keparahan nyeri haid sempat membingungkan para ilmuwan. Namun, kini sebuah studi mencoba memecahkan alasannya.

Dalam penelitian yang dilakukan pada 2016 itu, para ilmuwan menemukan hubungan antara penanda peradangan dengan keparahan PMS.

Artinya, peradangan akut dapat memicu semua rasa kram dan kembung.

Sebenarnya, para peneliti telah merekomendasikan obat anti-inflamasi untuk menenangkan "amukan" rahim itu.

Saat ini, para dokter merekomendasikan ibuprofen sebagai penghilang rasa sakit.

Namun, penelitian ini adalah yang pertama mengidentifikasi hubungan biologis antara peradangan dan PMS. Hal ini diharapkan bisa membantu ilmuwan menemukan perawatan yang lebih efektif.

Temuan tersebut didapatkan oleh tim dari University of California setelah mengamati hampir 3.000 perempuan di AS.

Hasilnya, ada korelasi positif antara keparahan PMS dengan protein C-reaktif dengan sensitivitas tinggi (hs-CRP).

Baca juga: Nyeri Haid Hingga Tak Bisa Beraktivitas? Waspadai Endometriosis

Hs-CRP sendiri adalah penanda biologis untuk peradangan dalam tubuh.

Hasil ini membuat para peneliti menyimpulkan, semakin banyak protein yang dimiliki seseorang, makin banyak peradangan yang mereka alami.

Dengan kata lain, mereka akan mengalami PMS yang makin buruk.

"Gejala perubahan suasana hati pramenstruasi, kram perut, sakit punggung, nafsu makan meninggi, kembung, dan nyeri payudara tampaknya secara signifikan dan positif terkait peningkatan hs-CRP," tulis para peneliti dalam laporan mereka dikutip dari Science Alert, Sabtu (11/08/2018).

"Hasilnya juga menunjukkan bahwa faktor yang terkait dengan setiap gejala pramenstruasi adalah kompleks, menunjukkan mekanisme yang berpotensi berbeda untuk penyebab dari beberapa gejala ... Peradangan mungkin memainkan peran mekanistik di sebagian besar PMS, meskipun studi longitudinal lebih lanjut dari hubungan ini diperlukan," tim itu menulis.

Sekitar 80 persen perempuan melaporkan mereka mengalami PMS. Tapi, belum ada penelitian yang dilakukan terkait penyebabnya atau pilihan pengobatan potensial.

"(Kami) merekomendasikan kepada wanita untuk menghindari perilaku yang terkait dengan peradangan dapat membantu untuk pencegahan, dan agen anti-inflamasi mungkin berguna untuk perawatan gejala-gejala ini," tegas tim tersebut.

Di tahun yang sama, profesor kesehatan reproduksi di University College Londong John Guilebaud mengatakan, rasa nyeri haid atau PMS bisa sama buruk dengan serangan jantung.

Guilebaud juga menambahkan, hal ini terabaikan karena pria tidak merasakannnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau