Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Yarsagumba, Obat Kuat yang Lebih Mahal dari Emas

Kompas.com - 19/07/2018, 11:33 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Editor

KOMPAS.com - Pegunungan Himalaya, dengan puncak Everest, dikenal sebagai destinasi impian para pendaki. Tapi, bagi penduduk setempat, pegunungan Himalaya adalah lokasi 'tambang emas'.

Tentu bukan emas dalam artian sebenarnya, melainkan mengacu pada yarsagumba, sejenis jamur ulat.

Yarsagumba, dalam bahasa Tibet memiliki arti 'rumput musim panas, ulat musim dingin'.

Terbentuknya Yarsagumba

Tanaman unik ini terbentuk saat larva ngengat yang hidup dalam tanah, terinfeksi spora jamur parasit Ophiocordyceps sinensis.

Saat terinfeksi dan mati, tubuh ulat itu akan mengeras sementara di bagian kepalanya, tumbuh jamur berwarna coklat berbentuk pipih.

Secara fisik, bentuk yarsagumba cukup unik, berupa batang cokelat kekuningan seukuran korek api yang mencuat dari dalam tanah.

Namun, mendapatkan yarsagumba bukanlah hal mudah. Lokasi tumbuhnya sangat sulit dijangkau.
Itu karena yarsagumba hanya ditemukan di wilayah bertanah lembab di ketinggian 3000-5000 meter di atas permukaan laut.

Selain itu, jamur unik ini umumnya hanya tumbuh di awal musim panas atau sekitar bulan Mei dan Juni.

Panen Yarsagumba

Maka, tidak heran jika musim panas tiba, desa-desa di lereng pegunungan Himalaya mendadak kosong. Penduduk desa akan mendaki dan mencari yarsagumba di lereng-lereng tinggi.

Baca juga: Tak Hanya Sebagai Obat Kuat, Viagra Berpotensi Cegah Kanker

Penduduk setempat percaya, yarsagumba adalah 'obat ajaib'. Jamur ini dipercaya bisa menyembuhkan berbagai penyakit, mulai dari asma hingga kanker.

Namun, salah satu khasiat yarsagumba yang paling dikenal adalah sebagai obat kuat. Tidak heran bila kemudian yarsagumba dikenal dengan nama 'obat kuat dari Himalaya'.

Lebih Mahal dari Emas

"Yarsagumba harganya lebih mahal dari emas," kata Karma Lama, penjual yarsagumba.

Satu kilogram yarsagumba dibanderol dengan harga US$100.000 atau setara Rp1,4 miliar di pasar internasional, seperti Cina, Korea, Thailand, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.

Harga yang fantastis itu lah yang membuat warga desa di lereng Himalaya rela mempertaruhkan nyawa demi mencari yarsagumba.

Ancaman Besar

Sita Gurung, salah seorang pencari yarsagumba, mengatakan bahwa cuaca dingin dan longsor salju adalah ancaman terbesar.

"Kadang kami kehujanan dan kedinginan. Selain itu, longsor salju bisa datang mendadak," ujarnya.

"Jika longsornya besar, kami bisa terhempas ke jurang."

Sita mengatakan satu buah yarsagumba dijual seharga US$3,50 - 4,50 atau setara Rp50.000-65.000. Namun, saat sudah diekspor dan sampai ke pasar internasional harganya melonjak berkali-kali lipat.

Satu gramnya, dibanderol dengan harga US$100 (Rp1,4 juta).

Di sisi lain, warga yang terus-menerus mencabuti yarsagumba dari lereng Himalaya dan pengaruh pemanasan global, membuat jamur unik ini semakin langka.

"Biasanya sehari kita bisa menemukan 100 yarsagumba, namun sekarang paling banyak hanya 20 buah. Bahkan, ada kalanya kami tidak menemukan yarsagumba sama sekali," keluh Sita.

Padahal, yarsagumba merupakan sumber pemasukan terbesar bagi warga setempat.

"Karena yarsagumba saya bisa membeli baju baru. Bisa punya uang untuk pergi ke Kathmandu, dan yang terpenting berkat yarsagumba, saya bisa mandiri secara finansial," kata Sita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau