Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peta Udara India Terlihat Berbeda dari Antariksa, Apa Sebabnya?

Kompas.com - 23/06/2018, 19:07 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

Sumber BBC

KOMPAS.com - Sebuah citra satelit dari Sentinel-5P sejak November 2017 hingga Juni 2018 dirilis.

Citra tersebut menunjukkan sesuatu yang sangat berbeda di atas India dan negara-negara sekitarnya.

Hal itu berkaitan dengan kehadiran formaldehida (H2CO), gas tidak berwarna yang secara alami dilepaskan oleh vegetasi (tanaman) sekaligus penanda kegiatan pencemaran.

Sejak diluncurkan pada Oktober 2017 lalu, Sentinel-5P melacak kualitas udara di seluruh dunia.

Informasi ini akan menjadi acuan penting dalam pengambilan kebijakan terkait pembersihan atmosfer.

Sebenarnya, sinyal formaldehida sangat kecil jika dibandingkan dengan konstituen utama seperti nitrogen dan oksigen. Tapi, gas ini bisa menjadi penanda masalah polusi di suatu area.

"Kolom formaldehida terdisi dari berbagai jenis senyawa organik yang mudah menguap, sumbernya bisa dari vegetasi (alam) tetapi juga bisa dari kebakaran dan polusi," ungkap Isabelle De Smedt dari Royal Belgian Institute for Space Aeronomy dikutip dari BBC, Jumat (22/06/2018).

"Itu bergantung pada area, tetapi 50 hingga 80 persen dari sinyal ini berasal dari alam. Meski begitu, kita tidak bisa mengesampingkan sumber dari polusi dan kebakaran," sambungnya.

Kebakaran

Menurut De Smedt, kasus sinyal formaldehida di India juga merujuk pada banyaknya kebakaran area pertanian.

India juga menggunakan kayu dalam jumlah yang cukup besar untuk memasak atau pemanas ruangan.

Baca juga: Remaja India Ini Ciptakan Satelit Teringan di Dunia untuk NASA

Ketika senyawa organik yang mudah menguap dibawa bersama dangan nitrogen dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan sinar matahari, reaksinya akan menaik ke permukaan ozon.

Sebabkan Masalah Kesehatan

Hal ini bisa menyebabkan iritasi pernapasan dan masalah kesehatan yang signifikan.

Jika kita perhatikan citra satelit tersebut, terlihat bagaimana udara di utara pegunungan Himalaya cukup bersih.

Ini juga terlihat di area gurun Rajasthan, di wilayah barat laut India. Kedua tempat tersebut menunjukkan lebih sedikit vegetasi dan lebih sedikit manusia yang menempatinya.

Instrumen Terbaru

Untuk diketahui, Sentinel-5P diluncurkan oleh Badan Antariksa Eropa (ESA) dalam program pemantauam bumi Copernicus dari Uni Eropa.

Instrumen Tropomi dari satelit ini bisa mendeteksi keberasaan serangkaian jejak gas di atmosfer. Mulai dari formaldehida, nitrogen oksida, ozon, metana, karbon monoksida, sulfida dioksida, hingga aerosol.

Semua jenis gas tersebut mempengaruhi udara yang kita hirup. Artinya, ini juga mempengaruhi kesehatan kita.

Tak hanya itu, sejumlah gas juga berpenran dalam perubahan iklim dunia.

"Kami sudah memiliki data yang benar-benar bagus, tapi kami membutuhkan lebih banyak waktu obeservasi, terkadang perlu pengamatan bertahun-tahun untuk mendapatkan kualitas seperti ini," tutur De Smedt.

Tropomi merupakan instrumen terbaru dari sistem spektometer pendahulunya, yaitu Omi. Omo adalah instrumen milik NASA yang masih terbang saat ini.

"Peta baru India ini berisi data selama empat bulan. Tropomi dapat melakukannya dalam waktu satu bulan apa yang dilakukan Omo dalam enam bulan," kata De Smedt.

"Kami sekarang melihat lebih cepat rinciannya, emisi kecil, jenis sinyal yang tidak kami lihat baik sebelumnya. Kami membutuhkan 10 tahun data untuk melihat emisi di sekitar Teheran, misalnya. Di peta ini Anda bisa melihat mereka hanya empat bulan data Tropomi," sambungnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com