Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Paus Pilot di Thailand Telan 8 Kg Plastik?

Kompas.com - 05/06/2018, 17:35 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Senin (05/06/2018) pemberitaan dihiasi dengan kabar seekor paus pilot jantan yang terdampar di lepas pantai Thailand tewas akibat menelan 80 kantong plastik.

Sebelumnya, paus tersebut terdampar selama 5 hari dan tidak dapat berenang maupun bernapas.

Untuk menyelamatkan paus ini, tim konservasi sempat menggelar pelampung agar hewan tersebut tetap mengapung. Tak hanya itu, tim juga memayunginya untuk menghindari sengatan matahari.

Selama upaya penyelamatan, paus itu memuntahkan lima kantong plastik.

Sayangnya, meski tim berusaha menyelamatkannya, paus ini akhirnya mati.

Hasil nekropsi (autopsi untuk hewan) mengungkapkan, hampir 8 kilogram plastik tersumbat di perut paus tersebut. Inilah yang menjadi alasan hewan ini tidak bisa mencerna makanan bergizi.

Regina Asmutis-Silvia, direktur eksekutif Konservasi Paus dan Lumba-lumba untuk Amerika Utara menyebut kasus ini sebagai simbol dari masalah polusi plastik di lautan.

"Kami tidak tahu berapa banyak hewan yang tidak muncul di pantai," kata Asmutis-Silvia dikutip dari National Geographic, Senin (04/06/2018).

"Ini adalah salah satu paus pilot, ini tidak mempertimbangkan spesies lain. Itu simbolis, tetapi itu simbolis dari masalah yang sangat signifikan," sambungnya.

Baca juga: Anak Anjing Laut Mati dengan Plastik di Perut karena Ulah Manusia

Salah Mengira

Namun, di luar masalah polusi plastik, hal yang membuat banyak orang penasaran adalah mengapa paus mengonsumsi plastik?

Para ahli mengatakan, paus tersebut kemungkinan besar mengira kantong plastik sebagai makanan. Menurut mereka, akumulasi sampah di perut hewan itu bisa menipunya sebagai 'kenyang'.

Dengan sinyal yang salah ini, paus menjadi kekurangan gizi. Jika sudah begitu, paus kemudian akan sakit dan tidak bisa berburu.

"Pada titik tertentu perut mereka penuh dengan sampah dan mereka tidak bisa makan makanan asli," kata Asmutis-Silvia.

"Anda tidak mendapatkan nutrisi apa pun dan dasarnya Anda benar-benar menyumbat sistem pencernaan Anda," imbuhnya.

Sebagai informasi, paus pilot biasanya makan cumi-cumi. Kemungkinan, mereka mengira plastik tersebut sebagai hewan seperti gurita, cumi-cumi, atau sotong.

Polusi Plastik

Polusi plastik hingga saat ini merupakan masalah besar bagi lautan dunia. Di perairan Thailand, lebih dari 300 hewan laut telah diketahui mati setelah makan plastik.

Frakmen plastik di lautan Arktik Frakmen plastik di lautan Arktik

Pada April lalu, seekor paus sperma juga ditemukan mati di lepas pantai Spanyol. Paus tersebut terlihat kurus kering.

Nekropsi menunjukkan ada 27 kilogram sampah plastik dalam perut paus tersebut.

Pada Jumat (01/06/2018), seekor anak anjing laut terdampar di pantai dengan potongan plastik kecil dalam ususnya. Padahal, kasus semacam ini jarang terjadi karena anjing laut bisa membedakan antara plastik dan makanan.

Beberapa negara kini juga mulai mengurangi dan melarang penggunaan plastik sekali pakai.

Malaysia, misalnya, berencana memberlakukan larangan pemakaian kantong plastik secara nasional dalam rentang satu tahun. Hal ini dilakukan karena kesadaran masyarakat terhadap sampah plastik masih rendah.

Baca juga: Kenapa Hewan Liar Tak Bisa Berhenti Makan Plastik? Ini Penjelasannya

Dirangkum dari DW, Senin (28/05/2018), Komisi Eropa juga berencana melarang penggunaan sedotan dan alat makan sekali pakai dari plastik.

Langkah yang sama juga diambil oleh pemerintah Inggris. Mereka akan melarang perdaran sejumlah produk plastik sekali pakai seperti sedotan, pengaduk, dan cotton buds.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com