KOMPAS.com — Sudah jamak diketahui, kegelisahan, stres, dan sulit berkonsentrasi biasanya bisa diatasi lewat meditasi pernapasan.
Saat panik atau gugup misalnya, menarik napas panjang dan dalam membuat seseorang merasa lebih tenang.
Ya, meditasi memang membuat seseorang lebih tenang, fokus, dan mudah berkonsentrasi.
Hal tersebut semakin diperkuat dengan bukti dari penelitian terbaru yang digagas tim dari Trinity College Dublin.
Meditasi yang memanfaatkan teknik pernapasan disebut punya dampak positif bagi emosi dan fungsi kognitif. Lantas kenapa bisa begitu?
Dalam laporan yang terbit di jurnal Psychophysiology, peneliti menjelaskan, meditasi memengaruhi kerja bagian otak yang disebut lokus koeruleus.
Bagian otak tersebut mengendalikan emosi, perhatian, dan memori kita. Itu semua berkat hormon dan neurotransmiter yang dihasilkan, yakni noradrenalin.
Cara Kerja
Sebenarnya, cara kerja noradrenalin ini cukup membingungkan. Pasalnya, hormon ini akan berlebih jumlahnya saat kita stres dan membuat kita tidak fokus.
Baca juga: Benarkah Meditasi Bisa Buat Orang Jadi Lebih Baik? Sains Jelaskan
Namun, kita juga menjadi tidak fokus ketika hormon ini terlalu sedikit. Ini terjadi saat kita didera lesu.
"Noradrenalin adalah sistem tindakan serba guna di otak," ujar penulis utama pada studi Michael Melnychuk dikutip dari New Atlas, Selasa (15/05/2018).
"Ketika kita stres, kita menghasilkan terlalu banyak noradrenalin dan kita tidak bisa fokus. Ketika merasa lesu, kita menghasilkan terlalu sedikit dan lagi, kita (juga) tidak bisa fokus. Ada titik manis noradrenalin di mana emosi, pemikiran, dan memori kita jauh lebih jelas," sambungnya.
Di sinilah fungsi bermeditasi. Meditasi menggunakan teknik pernapasan yang benar membuat hormon tersebut bisa diseimbangkan.
Itu karena neuron di lokus koeruleus bersifat chemosensitive atau responsif terhadap tingkat CO2 yang bervariasi sesuai dengan fase pernapasan yang berbeda.
Hipotesis berikutnya adalah bahwa ada hubungan antara kinerja atensi dan respirasi yang dimodulasi melalui lokus koeruleus.
Artinya, pertukaran udara antara oksigen dan karbondioksida saat bernapas menentukan banyak tidaknya hormon tersebut di tubuh.
“Studi ini memperlihatkan bahwa saat kita menarik napas dalam, aktivitas lokus koeruleus meningkat sedikit. Saat kita mengembuskannya, aktivitas di sana berkurang,” ujar Melnychuk.
"Sederhananya ini berarti bahwa perhatian kita dipengaruhi oleh napas kita dan itu naik dan turun dengan siklus respirasi (pernapasan)," sambungnya.
Dengan kata lain, mengatur napas bisa mengoptimalkan tingkat perhatian (fokus).
Untuk itu, Melnychuk menyarankan kita untuk mengatur pernapasan lewat meditasi. Dengan demikian, daya konsentrasi pun meningkat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.