KOMPAS.com – Pasca bom bunuh diri di Surabaya, Paroki Santa Maria Tak Bercela (SMTB) mengeluarkan surat pernyataan sikap yang salah satu isinya adalah Gereja Katolik dengan tulus mengampuni para pelaku teror.
Surat yang ditandatangani oleh Pastor Kepala Paroki SMTB, A Kurdo Irianto, tersebut juga mengajak seluruh umat Katolik untuk selalu berbuat baik dan ikut memberi pengampunan yang tulus.
"Karena pengampunan adalah pintu yang terbuka untuk masa depan yang lebih bermartabat bagi bangsa Indonesia," tulisnya, seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (14/5/2018).
Baca juga: Paroki Santa Maria Tak Bercela Memaafkan Pelaku Pengeboman
Selain Paroki SMTB, Rosalia Siswaty melalui akun Facebook-nya juga mengatakan hal serupa.
Ibu dari Aloysius Bayu Rendra Wardhana, koordinator relawan keamanan SMTB yang meninggal karena menghadang teroris bermotor, ini berkata bahwa semua umat Kristen, termasuk keluarganya, “selalu dan harus mengasihi” para teroris.
Terkait pernyataan Paroki dan keluarga Bayu, Dra A Kasandra Putranto, seorang psikolog klinis dan forensik dari Kasandra & Associates, memberikan tanggapannya melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Senin (14/5/2018).
Dia berkata bahwa dalam keyakinannya, umat Katolik memang secara khusus dilatih untuk selalu mencari pengampunan dan memberi ampun bagi orang yang bersalah kepada mereka. “Bahkan kematian sebagai sebuah kebebasan,” ujarnya.
Harapannya, kata Kasandra, umat Katolik bisa mencapai keikhlasan dengan lebih cepat.
Dalam ilmu psikologi sendiri, dikenal Teori Memaafkan atau Forgiveness Theory.
“(Teori ini menyatakan) bahwa manusia bermasalah ketika memiliki persoalan yang belum selesai dalam dirinya. Oleh karena itu, dengan memaafkan seseorang bisa mencapai keikhlasan dan tentu saja memiliki kesempatan untuk menghilangkan gangguan psikologis yang dialami,” kata Kasandra.
Baca juga: Menalar Peran Teroris Perempuan di Balik Bom Bunuh Diri Surabaya
Dalam bahasa awamnya, teori ini bisa diterjemahkan menjadi memaafkan dan melupakan (to forgive and forget). Akan tetapi, korban sering kali kesulitan melakukan salah satu atau keduanya.
Padahal, cara tercepat untuk pulih dari trauma adalah dengan mengubah pola pikir, yang menjadi mustahil untuk dilakukan bila korban tidak bisa memaafkan.
“Untuk mencapai kedamaian, seseorang harus memaafkan. Apabila seseorang tidak bisa memaafkan, tentu tidak akan bisa berdamai. Jangankan dengan orang lain, bahkan dengan dirinya sendiri (tidak bisa berdamai),” ujar Kasandra.
Elemen dari memaafkan
Psikolog Ryan Howes, PhD, ABPP pernah mengulas mengenai empat elemen dari memaafkan dalam artikelnya di Psychology Today.