KOMPAS.com - Berbagi dengan sahabat bukan hal yang sulit ditemui. Mulai dari saling pinjam pakaian hingga berbagai cerita.
Namun, siapa sangka, kedekatan dengan orang lain juga membuat kita berbagi gelombang otak. Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa otak teman-teman dekat merespons dengan cara yang sangat mirip.
Temuan ini didapatkan para peneliti setelah meminta beberapa orang yang bersahabat melihat serangkaian video pendek. Selama melihat video tersebut, para peneliti mengamati pasang surut gelombang dari para peserta.
Hasilnya, Para peserta yang bersahabat memiliki pasang surut gelombang perhatian dan gangguan yang sama. Tak hanya itu, mereka juga memiliki puncak pemrosesan hadiah dan peringatan bosan yang sama.
Baca juga: Surat Pribadi Einstein Kembali Dilelang, Isinya Cerita Tentang Sahabat
Pola respons saraf yang sama terbukti selaras di antara orang yang berteman. Sebaliknya, orang yang bukan teman punya pola repons saraf berbeda.
"Saya dikejutkan oleh besarnya kesamaan luar biasa di antara orang yang bersahabat," ungkap Carolyn Parkinson, ilmuwan kognitif di University of California, AS dikutip dari New York Times, Senin (16/04/2018).
"(Hasilnya) lebih persuasif dari yang saya kira," imbuhnya.
Temuan ini didapatkan setelah para peneliti melakukan pengamatan pada 279 mahasiswa pascasarjana yang tidak disebutkan namanya. Semua para peserta ini saling kenal dan dalam banyak kasus tinggal bersama di asrama.
Para peserta selanjutnya diminta mengisi kuesioner tentang mahasiswa mana yang sering bersosialisasi dengan maereka. Dari survei itu, para peneliti memetakan jaringan sosial mereka menjadi, sahabat, teman dari sahabat, teman tingkat ketiga, dan teman dari Kevin Bacon.
Para mahasiswa kemudian diminta melakukan pemindaian otak. Sayangnya, hanya 42 orang yang setuju.
Ketika perangkat fMRI melacak aliran darah di otak mereka, para mahasiswa menonton serangkaian video pendek.
Setelah menganalisis hasil pemindaiannya, Dr Parkinson dan koleganya menemukan konkordanis yang kuat antara pola dan aliran darah dengan tingkat persahabatan peserta.
Menggunakan hasil ini, para peneliti bahkan mampu memprediksi pada tingkat apa dua peserta berteman dan jarak sosialnya.
Baca juga: Ini Waktu yang Dibutuhkan untuk Menjalin Persahabatan, Menurut Sains
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications ini kemudian mendapat tanggapan dari ahli lain. Salah satunya adalah Nicholas Christakis, ahli biologi di Yale University, AS.
"Ini menunjukkan bahwa sahabat tidak hanya mirip satu sama lain di permukaan saja, tetapi dalam struktur otak mereka," ujar Christakis.
Dr Christakis dan koleganya baru-baru ini juga menemukan bukti bahwa orang-orang dengan ikatan sosial yang kuat memiliki konsentrasi fibrinogen yang relatif rendah. Fibrinogen sendiri adalah protein yang terkait dengan jenis peradangan kronis yang dianggap sebagai sumber dari berbagai penyakit.
Sayangnya, penelitian Dr Christakis belum bisa menjawab mengapa kemampuan bersosialisasi ini bisa membantu peradangan.
Kini para peneliti juga tak hanya tertarik pada persahabatan antar-manusia. Mereka mulai mencari bukti tentang keuntungan persahabatan manusia dengan hewan seperti primata, lumba-lumba, hingga gajah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.