KOMPAS.com - Kebahagiaan takkan dicapai tanpa pengorbanan. Ada waktu dan usaha yang dilibatkan untuk menggapai kebahagiaan.
Namun, jika terlalu keras berusaha meraih kebahagiaan, orang-orang akan kehilangan waktu dan malah menimbulkan ketidakbahagiaan.
Studi terbaru garapan Kim Aekyoung dari Universitas Rutgers dan Sam Maglio dari Universitas Toronto yang diterbitkan dalam Psychonomic Bulletin & Review menjelaskannya.
Dalam studinya, Aekyoung melakukan eksperimen pada dua populasi. Pertama adalah yang menjejar kebahagiaan sementara yang kedua mensyukurinya.
Populasi responden pertama diminta mengejar kebahagiaan dengan menonton film, walaupun film itu membosankan.
Baca juga : Beo Kea, Inilah Satu-satunya Burung yang Bisa Menularkan Kebahagiaan
Sementara populasi kedua diminta mencatat hal-hal yang telah membuat mereka bahagia sambil menonton komedi slapstik untuk membangun kondisi kebahagiaan telah diraih.
Hasil riset menunjukkan, populasi pertama merasa tidak punya banyak waktu untuk merasa dan memperjuangkan kebahagiaan.
“Kelihatannya waktu justru tersita banyak saat mengejar kebahagiaan, apalagi jika terus mencari kebahagiaan itu,”ujar para peneliti dikutip dari Science Daily pada Rabu (14/3/2018).
Pelajaran dari riset ini, semakin "ngoyo" berjuang untuk bahagia sesuai target masing-masing, semakin sedikit pula perasaan bahagia yang dirasakan.
Peneliti menganjurkan, kebahagiaan itu mestinya selalu dirasakan kehadirannya tanpa perlu terus diuber. Orang hanya perlu menghargai dan bersyukur atas apa yang diperoleh.
“Seseorang sebaiknya tidak menilai kebahagiaan sebagai suatu hal yang mesti dicari. Jika begini, orang malah punya banyak waktu luang dan banyak kebahagiaan,” ungkap peneliti.
Baca juga : Berkhayal Bisa Mengurangi Kebahagiaan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.