KOMPAS.com - Sudah banyak literatur yang membahas soal malaria. Selain mempelajari tentang penyebaran, para ahli juga terus mencari solusi untuk memecahkan masalah global ini.
Terbaru, para ahli menemukan bahwa infeksi malaria dapat dikendalikan dengan mengelola kebiasaan waktu makan.
Lewat uji coba pada tikus, peneliti gabungan Internasional menemukan bahwa parasit malaria dalam darah memiliki pola penggandaan tertentu.
Mereka menemukan bahwa parasit malaria berkembang biak menyesuaikan waktu kapan inangnya diberi makan.
Baca juga : Mengenal Sambiloto, Si Raja Pahit Penangkal Penyakit Malaria
Penelitian yang dipimpin oleh University of Edinburgh menemukan bahwa pola ini dipengaruhi oleh perubahan kadar gula dalam darah.
Menurut para ahli, jam makan berbanding lurus dengan kapan parasit berkembang biak. Artinya saat jam makan berubah, maka waktu di mana parasit akan berlipat ganda juga akan berubah.
Peneliti mengubah pemberian jam makan pada tikus untuk mengacaukan perkembangan parasit malaria di dalam darah. Misalnya jika tikus biasa diberi makan pada siang hari, peneliti menggantinya ke malam hari. Begitu pula dari yang malam ke siang.
Seperti dilaporkan dalam jurnal PLOS, Senin (26/2/2018), uji coba pada tikus membuktikan cara ini dapat mengubah waktu penggandaan parasit dari hari ke hari.
Baca juga : Kolaborasi AI dan Manusia Temukan Senjata Baru Melawan Malaria
Penelitian yang menghubungkan pola waktu makan dan perkembangbiakan parasit di dalam darah membuka kemungkinan baru untuk mengontrol penyebaran parasit malaria dalam darah manusia atau hewan.
Mereka berkata, kita juga dapat mengacaukan sistem perkembangbiakan parasit melalui diet pola makan, manipulasi pemberian makanan, dan lain sebagainya.
Kini para peneliti berencana untuk menelisik lebih jauh terkait hubungan antara waktu makan dengan mekanisme biologis yang berperan mengendalikan ritme parasit untuk lebih memahami dalam mengatasi infeksi.
"Kami sangat terkejut dengan reaksi parasit malaria menanggapi perubahan waktu makan pada tikus yang terinfeksi (malaria). Penelitian kami menawarkan jalan baru dalam kasus malaria. Jika kita bisa mengganggu hubungan keduanya, berarti kita bisa mengurangi dampak dan penyebaran infeksi malaria, " kata pemimpin penelitian Dr Kimberley Prior, dari University of Edinburgh's School of Biological Sciences, dilansir Science Daily, Jumat (9/3/2018).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.