Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/03/2018, 19:06 WIB

KOMPAS.com — Ternyata, kebiasaan merokok sudah ada sejak zaman dahulu kala dan tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki purba saja.

Peneliti dari Universitas Negeri Washington menjelaskan penemuan mereka tentang hasil ekstraksi nikotin pada plak gigi manusia purba yang berasal dari 300 hingga 6.000 tahun lalu.

Penelitian kandungan nikotin pada plak gigi kuno ini menjadi kali pertama di dunia arkeologi.

Terbit di Journal of Archaeological Science Reports, para peneliti menjelaskan, plak gigi kaum perempuan ternyata juga mengandung nikotin.

"Penelitian plak gigi manusia purba bisa membantu kita menentukan apakah semua anggota masyarakat menggunakan tembakau, atau hanya orang laki-laki atau juga perempuan," kata Shannon Tushingham, asisten profesor antropologi WSU.

Tushingham berkata bahwa hasil penelitian ini juga menjelaskan bagaimana pola konsumsi manusia purba saat itu. 

Baca Juga: Ahli Latih Anjing untuk Lacak Fosil, Ini Hasilnya

Pada awalnya, Tushingham dan tim memutuskan untuk menyelidiki nikotin karena mudah terdeteksi pada plak gigi perokok zaman sekarang. Pertanyaannya, apakah nikotin juga masih terdeteksi pada plak gigi manusia purba yang hidup ribuan tahun lalu? 

Para peneliti WSU menggunakan kromatografi cair dan massa spektometri untuk menguji sampel nikotin dan kandungan herbal lainnya seperti kafein dan atropin dari hasil ekstraksi plak gigi yang sudah dilakukan oleh tim peneliti dari Univesitas California Davis. Totalnya, ada delapan fosil yang diteliti oleh ilmuwan.

Hasilnya, ada dua plak gigi sampel fosil yang positif mengandung nikotin. Plak tersebut berasal dari fosil pria dewasa yang dikubur dengan sebuah cangklong dan gigi geraham milik seorang perempuan.

Baca Juga: Mengenal Ritual Manusia Purba di Amerika Selatan lewat Petroglif

"Mungkin kesimpulan secara umum tidak dapat dibuat dalam penelitian tunggal ini. Akan tetapi, terkait usia, jenis kelamin, dan penggunaan tembakau, ini adalah temuan yang sangat menarik," kata Jelmer Eerkens, antropolog dari Universitas California Davis.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+