Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Ibu yang Tega Setrika Anaknya di Garut, Apa Kata Psikolog?

Kompas.com - 27/02/2018, 21:05 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Selain sejarah keluarga, psikolog juga bertugas menggali seberapa parah kesehatan mental sang ibu. Indikator yang menjadi penanda adalah konflik yang tengah dihadapi, trauma yang tersimpan, rasa keberhagaan diri, dan rasa dicintai.

“Kapan terakhir ibu tersebut bahagia dan mengembangkan diri dengan pengalaman baru? Apakah mampu berelasi dengan anggota keluarga lain secara positif? Bagaimana anggota keluarga lain memerlukannya? Pola pengasuhan apa yang dia jadikan patokan?” kata Astrid menerangkan.

Proses ini memerlukan pertemuan berulang dan waktu yang tidak singkat, bahkan bisa lebih dari dua hari, agar wanita tersebut mengeluarkan permasalahan dan kegelisahan yang menimpanya.

Apabila menurut proses hukum yang berlaku perempuan tersebut memang harus dipenjara, Astrid berpesan supaya polisi tetap merangkul psikolog. Psikolog berperan membantu perempuan tersebut untuk pulih dari beban masa lalunya. Pasalnya, penjara justru bisa menjerumuskan perempuan tersebut menjadi lebih parah traumanya.

“Psikolog pasti membeberkan diagnosis gangguan pada ibu lalu diserahkan ke polisi. Polisi bisa menanyakan jenis perawatan apa yang layak untuk memulihkan mental sang ibu. Mengingat penjara kan lingkungan keras,” ungkapnya.

Terkait kasus ini, sang anak juga memerlukan pendampingan psikolog untuk mengetahui sejauh mana trauma yang dia alami. Astrid menyarankan, apabila sang anak masih diselimuti trauma, sebaiknya pengasuhan sang anak jangan dikembalikan ke tangan sang ibu.

“Baru diserahkan ke ibunya sampai waktu menunjukkan kesiapan, seperti anak siap secara emosi dan ibu dipastikan benar-benar tidak akan mengulangi kekerasannya,” ujarnya.

Anak bisa dititipkan kepada keluarga terdekat yang bersedia menerima. Namun, ditegaskan Astrid, keluarga tersebut harus benar-benar bisa dipercaya untuk menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan normal. Apabila tidak ada keluarga ataupun pihak yang berkenan merawat anak tersebut, pemerintah perlu turun tangan untuk mengasuh.

“Keluarga baru tersebut harus bisa menumbuhkan keyakinan pada anak bahwa dia pantas disayang dan diperhatikan. Sebab, selama ini dia tidak punya model seperti itu. Anak harus diyakinkan bahwa dia berharga. Anak juga dijamin sekolahnya, kebutuhan sandangnya, asupan gizinya, dan kadar emosinya,” tutur Astrid.

Yang tidak kalah penting menurut Astrid adalah bagaimana supaya kemarahan, ketidakpercayaan, kebencian, dan ketakutan anak tidak berbekas hingga dewasa.

Psikolog lagi-lagi berperan untuk memulihkan supaya anak tidak tumbuh sebagai individu pemberontak yang selalu melawan dan membangkang. Ini penting supaya kelak anak tersebut tidak menjadi pelaku seperti ibunya. Mata rantai kekerasan harus diputus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau