Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lajang Indonesia Dianggap Masalah dan Hadapi Tekanan Sosial

Kompas.com - 18/02/2018, 17:44 WIB
Krisiandi,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

BRISBANE, KOMPAS.com – Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah lajang atau orang yang belum menikah mengalami tren peningkatan dalam empat dekade terakhir.

Sensus BPS pada 2010 menyebut 1 dari 14 orang berusia 30-39 tahun belum pernah menikah. Dan jumlah itu diprediksi meningkat pada sensus berikutnya: 2020.

Merujuk pada data tersebut, seorang kandidat doktor dari University of Queensland Australia, Karel Karsten Himawan dalam risetnya mengungkap bahwa ternyata mayoritas lajang di Indonesia mengalami kondisi tertekan.

"Menurut studi awal, 9 dari 10 lajang merasakan tekanan dari orang tua, keluarga besar dan teman," kata Karel kepada Kompas.com di Brisbane, Jumat (9/2/2018).

Karel memaparkan sejumlah pandangan publik secara umum terkait lajang yang bisa membuat lajang tertekan.

"Misalnya, publik mahfum bahwa kerap ada masalah dalam pernikahan. Namun dalam kasus lajang, seringkali yang dipercaya bahwa lajang itu sendiri adalah masalah," ujar Karel.   

Pandangan lainnya memunculkan stigma terhadap lajang perempuan lebih sering muncul ketimbang laki-laki. Misalnya, kata dia, kosakata "jomblo" yang kini menjadi sebutan bagi mereka yang melajang.

Kata tersebut berasal dari kata "jomlo" yang menurut KBBI berarti gadis tua.   

Baca juga : Menyusui Bukan Cuma Urusan Ibu-ibu, Lajang Ini Jadi Ketua AIMI

"Di sisi lain, laki-laki berusia 30 tahun ke atas yang belum menikah justru sering mendapat stigma positif karena dianggap mempersiapkan diri untuk kehidupan keluarga yang mapan," tutur dia.

"Involuntary singles"

Dalam risetnya, Karel menemukan kesimpulan awal bahwa mayoritas lajang di Indonesia tergolong involuntary singles atau lajang yang bukan pilihan hidup.

Itu dilihat dari data yang menunjukkan bahwa mayoritas lajang di Indonesia atau 83,2 persen memiliki sikap positif terhadap pernikahan.

"Mereka punya motivasi untuk menikah yang lebih daripada sekadar memenuhi tuntutan lingkungan," ujar Karel.

Menurut dia, ada beberapa faktor yang menyebabkan jumlah lajang di Indonesia, khususnya involuntary singles, meningkat.

Salah satunya adalah tradisi menikah hipergami. Tradisi tersebut berpendapat bahwa lelaki yang menikah idealnya memiliki status sosial dan ekonomi yang lebih tinggi ketimbang perempuan yang dinikahinya.

"Di sisi lain, modernisasi dan kesetaraan peran gender berdampak pada semakin banyaknya jumlah perempuan yang berkarier serta mengikuti pendidikan tinggi," tutur Karel.

Ini dibuktikan dengan data BPS pada 2016 yang menunjukkan bahwa proporsi perempuan yang menamatkan SMA 2,03 persen lebih tinggi daripada laki-laki.

Lalu, proporsi perempuan yang menamatkan studi di perguruan tinggi juga lebih tinggi: 0,35 persen.

"Padahal proporsi jumlah lelaki dan perempuan di usia tersebut diperkirakan cukup berimbang, berdasarkan data sensus BPS untuk usia 15-19 tahun," jelas Karel.

Lalu, dalam 15 tahun terakhir, partisipasi perempuan di dunia kerja juga ditemukan meningkat 9,5 persen daripada laki-laki.

Karel mengatakan kurangnya ketersediaan calon pasangan bukan menjadi alasan bagi para lajang.

Itu ditunjukkan dengan data BPS 2010 yang mengungkap bahwa proporsi lelaki dan perempuan usia 20 tahun ke atas relatif seimbang. Perempuan berjumlah 50,24 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Baca juga : Takut Hidup Sendiri Usai Putus Cinta? Ini Yang Terjadi Menurut Sains

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau