Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bakteri Ini Ubah Limbah Elektronik Jadi Tambang Emas Murni

Kompas.com - 23/01/2018, 09:09 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com — Apakah Anda punya handphone atau perangkat elektronik yang tak lagi terpakai? Apa yang Anda lakukan pada sampah elektronik tersebut?

Jika Anda berpikir untuk membuangnya, mungkin penelitian ini akan mengubah pemikiran tersebut.

Sebuah penelitian di Australia sedang mengembangkan tambang emas dari limbah elektronik milik Anda. Para ahli geologi Australia telah menemukan bakteri yang dapat mengambil jejak emas dalam limbah elektronik tersebut dan mengubahnya menjadi potongan emas.

"Dalam limbah elektronik ada banyak emas," ungkap Frank Reith, associate professor di University of Adelaide dikutip dari ABC News, Senin (22/01/2018).

Baca juga: Mengkhawatirkan, Limbah Elektronik Dunia Capai 9 Piramida Giza

Menurut associate professor dari University of Adelaide, Frank Reith, temuan ini akan sangat berarti bagi perusahaan tambang. Selain itu, ini juga akan mengubah wajah limbah elektronik yang saat ini jumlahnya terus mengkhawatirkan.

"Kita membutuhkan teknik tanpa dampak kesehatan, komunitas, atau lingkungan untuk (memulihkan) logam mulia yang ada di smartphone atau komputer semua orang," ujar Reith.

"Saat ini sebagian besar dilakukan di luar negara dunia pertama, dengan teknik yang tidak semudah yang seharusnya," imbuhnya.

Sekarang, Reith dan timnya bergabung dengan sebuah perusahaan rintisan di New Zealand, Mint Innovation, untuk menemukan solusinya. Perusahaan ini tengah menjalankan program percontohan teknik pemulihan emas limbah eletronik yang direncanakan diluncurkan pada 2019.

"Kami bekerja dengan limbah elektronik sebagai bahan baku, dan sedang menguji coba sebuah proses yang menggunakan mikroba sebagai metode untuk memurnikan logam mulia dari campuran logam lain yang dikandung dalam papan sirkuit tua," ungkap Dr Ollie Crush, Chief strategy officer, dalam penelitian ini.

bakteri pemisah emas dari logam lain bakteri pemisah emas dari logam lain

Para peneliti juga memeriksa biji emas dari West Coast Creek, anak Sungai Maria di Kilkivan, Queensland, Australia. Hasilnya, mereka menemukan proses daur ulang emas bisa memakan waktu 17-58 tahun.

"Ini sangat cepat, kita hanya perlu mempercepat proses tersebut hingga 10, 20, atau 30 tahun untuk sesuai dengan aplikasi industri," kata Reith.

Baca juga: Lawan Limbah, Ilmuwan Usulkan Aspal dari Puntung Rokok

John Parsons, pemilik lokasi tambang di Kilkivan, menyebut, bakteri yang ditemukan di tanahnya bekerja untuk menyaring mineral lain, seperti perak dan tembaga. Bakteri ini membuat potongan kecil emas dari hal tersebut, biji demi biji dan lapis demi lapis.

Dalam menemukan bakteri tersebut, Parsons bekerja dengan Reith dan koleganya. Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Chemical Geology tahun lalu itu, menggali berapa lama proses penyulingan bakteri berlangsung.

Reith menyebut bahwa bakteri tersebut memiliki kekuatan untuk mengubah praktik daur ulang limbah elektronik.

"Manfaat lingkungan dari hal ini sangat sulit dipercaya," kata Parsons.

"Para bankir dan pemegang saham semua melihat sisi lingkungan dari berbagai hal... manfaat lingkungan adalah keuntungan ekonomi," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau