Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lawan Limbah, Ilmuwan Usulkan Aspal dari Puntung Rokok

Kompas.com - 09/08/2017, 09:05 WIB

KOMPAS.com -- Tim peneliti pada RMIT University mendesak pemerintah Australia dan industri konstruksi memanfaatkan limbah puntung rokok sebagai bahan campuran material pelapis permukaan jalan. Cara ini, menurut mereka, dapat menghentikan bahan kimia beracun yang ada pada puntung rokok tersebut berakhir di sungai dan laut. 

Tim peneliti yang dipimpin oleh dosen teknik, Abbas Mohajerani, menyatakan telah menemukan cara mencampur puntung rokok dengan aspal untuk membantu pembangunan jalan.

Pengujian yang mereka lakukan menunjukkan penggunaan campuran puntung rokok akan mengurangi konduksi panas, yang pada gilirannya membantu mengurangi suhu udara panas di perkotaaan.

Sebagian besar puntung rokok tidak dapat terurai secara alamiah dan bahan kimia beracun di dalamnya dilepaskan ke lingkungan.

(Baca juga: Indonesia Mulai Bangun Jalan Aspal dengan Limbah Plastik)

Di seluruh dunia, setiap tahunnya dihasilkan 1,2 juta ton limbah rokok. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat lebih dari 50 persen pada 2025 saat populasi dunia meningkat.

Para perokok di Melbourne membuang sekitar 9 juta puntung rokok ke TPA setiap tahunnya. Hal ini mendorong pemerintah setempat mengirim sebagian sampah puntung rokok itu ke luar negeri untuk diubah menjadi perabotan.

Di Sydney, pemerintah kotanya memberikan tabung gratis yang dapat digunakan perokok sebagai asbak pribadi untuk mencegah membuang abu rokok sembarangan.

Solusi penanganan limbah

ABC News Dosen teknik senior dari RMIT University Melbourne, Abbas Mohajerani merupakan sebagian dari peneliti yang mendesak agar puntung rokok digunakan untuk campuran bahan pembuat permukaan jalan raya, agar

Dr Abbas Mohajerani mengatakan studi yang telah dipublikasikan di jurnal Bahan Konstruksi dan Bangunan ini, melibatkan penggunaan aspal dan lilin parafin untuk mencegah bahan kimia keluar dari puntung rokok.

Dia mengatakan jika puntung rokok digunakan dalam pembuatan jalan dalam skala besar, sampah beracun dapat dikurangi secara drastis.

"Misalkan saja kita memasukkan 10 sampai 15 kilogram puntung rokok dalam satu kubik meter beton aspal, yaitu 2.200 kg, itu tidak banyak mengubah strukturnya," katanya.

(Baca juga: Uji Coba Aspal Plastik, Stabilitas Jalan Lebih Kuat 40 Persen)

"Tapi karena volume beton aspal yang kita produksi di Australia dan di dunia sangat besar - ratusan ribu meter kubik di Australia - jika Anda menambahkannya sedikit saja, kita bisa menyelesaikan keseluruhan masalah rokok."

Dr Abbas Mohajerani mengatakan bahwa aspal telah digunakan untuk menyimpan bahan nuklir di Prancis selama bertahun-tahun.

"Fungsi filter adalah untuk menyaring dan menjebak bahan kimia. Ada lebih dari 4.000 bahan kimia dalam asap rokok dan kebanyakan terjebak dalam saringan. Banyak di antaranya bersifat karsinogenik," katanya.

"Kami menyerap dan mengenkapsulasi puntung rokok itu, dan tidak menggunakannya di permukaan trotoar. Kami menggunakannya di lapisan kedua," jelasnya.

"Enkapsulasi mencegah kebocoran bahan kimia. Air tidak bisa masuk ke dalam filter sehingga bahan kimia tidak dapat lepas dari filter."

Studi sebelumnya, yang diterbitkan dalam International Journal of Environment Research and Public Health, menemukan filter rokok adalah satu-satunya barang yang paling banyak dikumpulkan dalam kegiatan pembersihan pantai di seluruh dunia.

Dikatakan bahwa puntung rokok tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan dengan cara tersapu dari jalanan lalu masuk ke saluran pembuangan, dan masuk ke sungai dan laut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau