Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal ECT, Terapi Kejut Listrik untuk Pasien yang Ingin Bunuh Diri

Kompas.com - 21/12/2017, 17:05 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Sumber WebMD

KOMPAS.com -- Depresi bukan masalah yang mudah untuk diselesaikan, bahkan oleh psikiater sekalipun. Namun, ketika pengobatan gagal dan pasien masih ingin bunuh diri, maka pilihan utama yang tersisa adalah electroconvulsive therapy (ECT) atau terapi kejut listrik.

“Dikejut listrik sekali, hilang pasti pikiran mau bunuh diri,” ujar Dr Dharmawan Ardi Purnama, SpKJ, seusai acara Pfizer Educare yang diadakan di Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Secara singkatnya, ECT mereset ulang otak seseorang. Dharmawan mengatakan, dengan dikasih sejumlah joule, otaknya bisa direset dan sebagian ingatannya hilang. Nanti, (ingatannya) akan kembali lagi, tetapi untuk masa gawat darurat ini, orang tersebut akan lupa.

Berdasarkan artikel WebMD 28 Januari 2015 yang ditelaah oleh dokter umum Kathleen Romito, MD dan psikiater  Lisa S. Weinstock, MD, ECT dilakukan dengan menganestesi dan memberi relaksan otot pada pasien terlebih dahulu.

Baca juga : Jonghyun SHINee, Dunia K-Pop, dan Betapa Menyiksanya Menjadi Idola

Setelah itu, aliran listrik dikirim ke otak melalui elektroda yang dipasang di kepala. Gelombang listrik yang bisa berlangsung sampai delapan detik ini menyebabkan kejutan pendek di otak.

Bagi masyarakat awam, hal ini mungkin terdengar tidak berperikemanusiaan. Namun, perlu diingat bahwa stigma ini didasarkan pada tahun-tahun awal ECT yang dosis listriknya terlalu tinggi dan diaplikasikan tanpa anestesia sehingga menyebabkan hilang ingatan permanen, patah tulang, dan efek samping serius lainnya.

Kini, ECT jauh lebih aman dan dilakukan dengan obat bius. “Tanpa dibius pun sebenarnya pasien juga tidak akan ingat (rasanya) di-ECT, tapi kalau dibius akan lebih enak,” ujarnya.

Lalu, bila tidak ingin ECT, transcranial magnetic stimulation yang menggunakan gelombang juga bisa dilakukan untuk mendapatkan hasil serupa, walaupun membutuhkan waktu lebih lama.

Selain itu, perlu diingat bahwa ECT merupakan line terakhir dari tata laksana penanganan pasien yang ingin bunuh diri. Merujuk pada panduan, perawatan harus diberikan terlebih dahulu bersama dengan antidepresan dan antipsikotik selama 2-4 minggu.

“Tapi dalam 2-4 minggu ini kita nilai, kalau tetap ada kecenderungan kuat untuk bunuh diri, maka pasien harus di-ECT,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau