Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengkhawatirkan, Limbah Elektronik Dunia Capai 9 Piramida Giza

Kompas.com - 15/12/2017, 18:04 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

Di tempat kedua, ada negara-negara Eropa yang menyumbah 16.6 kilogram per penduduk atas limbah eklekronik. Selain itu, nomor urut tiga diduduki negara-negara di Amerika Utara dan Amerika Selatan dengan kontribusi sebesat 11,6 kilogram perpenduduk.

Apa yang dapat kita lakukan?

Untuk mengimbangi berton-ton limbah elektronik di seluruh dunia, laporan UNU mendorong peningkatan pelacakan limbah elektronik dan pemulihan sumber daya.

Merancang daur ulang peralatan elektronik juga harus dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Akan tetapi, hal ini tentu dapat direalisasikan hanya jika proses daur ulangnya mudah dilakukan oleh masyarakat.

Baca juga: Buruknya Manajemen Limbah Farmasi Juga Jadi Penyebab Munculnya Vaksin Palsu

Selain itu, negara juga tak boleh mengabaikan masalah ini. Faktanya, menurut laporan tersebut, hampir 66 persen populasi dunia tinggal di negara yang memiliki undang-undang pengelolaan limbah elektronik.

Ini hanya masalah penegakan peraturan, membuat semua orang menyadari, dan memastikan bahwa mereka memiliki pendapat yang sama untuk menghindari kebingungan.

Memperbaiki kebijakan akan lebih dari sekadar menyelamatkan lingkungan kita. Mereka juga akan menciptakan lebih banyak pekerjaan untuk memperbaiki dan mendaur ulang limbah tersebut.

Laporan ini juga memperkirakan bahwa nilai bahan baku dari semua limbah elektronik pada 2016 sekitar Rp 878 triliun. Ini lebih besar dari Gross Domestic Product (GDP) atau total nilai produksi barang dan jasa kebanyakan negara selama satu tahun.

Hal ini ditanggapi oleh Brahima Sanou, Direktur Perhimpunan Telekomunikasi Internasional.

"Kebijakan pembuangan limbah elektronik nasional akan membantu meminimalkan produksi limbah elektronik, mencegah pembongkaran ilegal, dan penanganan limbah yang tidak tepat, mempromosikan daur ulang, dan menciptakan lapangan kerja di sektor perbaikan dan daur ulang," ujar Sanou.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com