Dalam laporan PBB yang berjudul "Pasir lebih jarang dari yang dipikirkan", Dr Pascal Peduzzi menyebut operasi penambangan pasir ilegal telah menyebar luas berkat pemerintahan yang lemah dan korupsi.
Seperti yang diketahui, tidak semua pasir diciptakan sama. Pasir di Sahara yang halus tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan.
Sebagai gantinya, penambang pasir harus mengambil di tepi sungai atau garis pantai. Padahal, menambang pasir di sungai dan pantai punya konsekuensi lingkungan.
Beberapa contohnya saja, kerusakan terumbu karang di Kenya, punahnya buaya di India, hingga hilangnya beberapa pulau di Indonesia akibat penambangan berlebihan.
"Salah satu dampak yang lebih jelas pada sistem manusia adalah meningkatnya kerentanan terhadap bahaya alam seperti badai dan tsunami," kata Torres.
"Pantai menghilang, jadi tidak ada penghalang alami yang menghentikan banjir," imbuhnya.
Sebagai protes tentang efek penambangan pasir yang meningkat di negara-negara seperti India, tekanan untuk segera menemukan alternatif bahan konstruksi semakin terasa.
Akan tetapi, menemukan alternatif pasir adalah pilihan yang rumit karena bahan ini, secara historis, sangat melimpah dan murah. Menghasilkan materi dengan kualitas dan kuantitas semacam itu akan sulit.
Baca juga: Pengidap Pica Makan Pasir, Paku hingga Obat Nyamuk
Untungnya, para peneliti tidak menyerah.
Orr sendiri pernah menjadi salah satu peneliti untuk membantu proyek semacam itu pada 2014. Pada saat itu, peneliti India yang tinggal di Goa mendekatinya untuk mengerjakan sebuah prakarsa yang membahas dua masalah paling mendesak di negara tersebut, yaitu kurangnya pasir dan terlalu banyak sampah plastik.
"Gagasan yang mereka lakukan adalah, mengapa kita tidak menggunakan sebagian plastik bekas tersebut, mencacahnya, dan membuatnya menjadi partikel yang berukuran tepat untuk membuat beton," ujar Orr.
"Kami akhirnya menggunakan pasir plastik yang sebenarnya merupakan hasil sampingan dari prosedur industri daur ulang. Mereka mencacah plastik untuk bisa dimasukkan ke dalam campuran beton," sambungnya.
Selain plastik, kayu dan berbagai alternatif beton lain juga disarankan. Sayangnya, belum ada bahan alternatif yang cukup signifikan untuk menggantikan pasir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.