Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perarakan Pasangan Cikupa, Kok Orang Suka Jadi Polisi Kehidupan Seks?

Kompas.com - 16/11/2017, 21:18 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

 

KOMPAS.com - Kasus pasangan muda-mudi yang ditelanjangi dan diarak karena diduga berbuat mesum sungguh memprihatinkan.

Setidaknya 6 tersangka memaksa pasangan muda-mudi itu untuk mengaku berbuat mesum, merekam adegan pelucutan pakaiannya, dan menyebarkan ke media sosial.

Diberitakan Kompas.com, Kamis (16/11/2017), perempuan yang jadi dari tindak kekerasan itu trauma dan enggan menampakkan wajahnya di depan umum.

Aksi kekerasan pada seseorang yang melanggar norma - entah diduga berbuat mesum, kumpul kebo, atau dianggap menyimpang orientasi seksnya - ini bukan yang pertama.

Akhir bulan lalu, warga Desa Bungkit Bungkul di Jambi diarak warga karena ketahuan melakukan seks di luar nikah.

Baca Juga: Warga yang Arak dan Telanjangi Pasangan di Cikupa Bisa Kena Pidana

Mengapa masyarakat kita (dan mungkin manusia secara umum) begitu peduli pada aktivitas seks dan seksualitas orang lain?

Begitu dua orang berlawanan jenis masuk ke kamar, langsung muncul prasangka bahwa keduanya bermaksud melakukan hubungan seksual.

Antropolog Universitas Gadjah Mada, Anna Marrie Wattie, mengungkapkan, dalam satu sudut pandang, kasus di Cikupa menunjukkan Indonesia yang memegang teguh moralitas versinya.

"Bangsa kita merasa masih sangat beragama dan sangat mempraktikkan keagamaan. Padahal itu masih semu dan hanya tampaknya saja," katanya.

"Sebagai negara beragama, kita ingin tampak seperti yang agama ajarkan," ungkapnya ketika dihubungi Kompas.com, hari ini.

Salah satu upaya menjaga moral seperti yang agama ajarkan adalah berusaha mencegah seks di luar nikah yang dianggap melanggar moral.

Upaya untuk teguh dengan moralitas versinya itu menyuguhkan kontradiksi. Banyak kasus perkosaan. Tingkat konsumsi terhadap prostitusi pun meningkat.

Di sisi lain, upaya untuk memerangi pun juga bisa dibilang melanggar moral sebab dilakukan dengan kekerasan.

Studi Michael E Price dari Brunel University, Inggris, menyuguhkan pandangan yang berbeda. Menurutnya, "kepo" pada kehidupan seks orang lain tak selalu berkaitan dengan agama.

Ia mengungkapkan, ketertarikan terhadap kehidupan seks orang lain tertanam pada diri manusia itu sendiri, sama seperti ketertarikan pada seks.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau