Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Hujan Beraroma Segar? Sains Menguraikan Proses di Baliknya

Kompas.com - 09/11/2017, 20:17 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Berada di kamar dan mendengarkan lagu dari Creedence Clearwater Revival, "Have You Ever Seen The Rain". Sangat nyaman. Disadari atau tidak, udara begitu segar saat hujan turun.

Aroma segar yang kita nikmati tersebut ternyata merupakan proses ilmiah yang tak kalah menarik.

Pada 1964, ilmuwan di Australia mencoba mencari jawaban mengapa hujan mengeluarkan aroma khas.

Mereka berpendapat aroma tersebut berasal dari campuran antara zat minyak nabati dari tanaman dengan senyawa kimia geosmin yang berasal dari tanah.

Senyawa geosmin adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh beberapa mikroba yang hidup di tanah, air tawar, dan air laut.

Baca Juga: Kepala Lapan Yakini Hujan Satu Rumah Hanya Rekayasa

Peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika kemudian menguraikan bagaimana aroma tersebut terbentuk.

Dengan peralatan lebih memadai, berupa kamera dengan fasilitas merekam dengan kecepatan tinggi, peneliti memotret gelembung udara kecil saat rintik hujan bertemu dengan permukaan tanah. Saat menyentuh tanah, zat kimia yang memicu aroma hujan dilepaskan.

Setelah menyentuh tanah, gelembung itu naik ke udara, pecah, dan menghasilkan padatan atau tetesan cairan yang terakumulasi menjadi kabut dan asap, disebut aerosol.

Saat partikel dari gelembung hujan terlepas, bukan hanya melepas aroma segar, melainkan juga bisa melepaskan bakteri dan virus. Namun, peneliti masih melakukan penelitian lanjutan terkait hal tersebut.

Baca Juga: Hati-hati, Penyakit Langganan pada Musim Hujan

Para peneliti juga mengamati bahwa saat hujan ringan atau sedang, udara lebih segar daripada saat hujan deras.

Ini disebabkan oleh partikel hasil interaksi gelembung udara dan tanah pada hujan ringan partikelnya mudah terbawa angin.

"Hujan terjadi setiap hari, di belahan bumi lainnya. Dan, proses menarik, ini sebetulnya sering kita temui, tetapi justru terlewatkan," kata Cullen Buie, asisten profesor di Fakultas Teknik Mesin di MIT.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com