Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Cara Orang Mengonsumsi Teori Konspirasi di Facebook

Kompas.com - 07/11/2017, 20:16 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com — Percayakah Anda bahwa bumi berbentuk datar dan dipimpin oleh kadal alien berbentuk manusia? Atau mungkin teori bahwa vaksin menyebabkan autisme? Jika ya, berarti Anda termasuk salah satu orang yang mengonsumsi teori konspirasi.

Sangat mudah untuk menyepelekan teori konspirasi sebagai hiburan semata. Namun, menurut laporan dari World Economic Forum yang diterbitkan pada tahun 2013, informasi yang salah dari internet akan berisiko signifikan bagi masyarakat modern.

Sebagai contoh adalah ketika seseorang berpura-pura menjadi Menteri Dalam Negeri Rusia di Twitter dan mengabarkan bahwa Presiden Suriah Basher al-Assad telah terluka atau terbunuh. Kicauan tersebut sempat membuat harga minyak mentah naik sebanyak 1 dollar AS hingga terbukti palsu.

Contoh lainnya terjadi pada 2012, saat 30.000 orang melarikan diri dari kota Bangalore, India, setelah menerima pesan teks bahwa mereka sedang diserang.

BACA: Kenapa Banyak Orang Percaya Teori Konspirasi?

Kejadian-kejadian di atas membuat kita bertanya-tanya, bagaimana teori konspirasi yang jelas-jelas berbeda dari apa yang dimuat oleh media konvensional dapat menyebar dengan mudah di internet?

Untuk menjawab hal ini, Alessandro Bessi dan rekannya dari Institute for Advanced Studies, Lucca, Italia, memeriksa cara orang di Facebook mengonsumsi teori konspirasi dan berita ilmiah mainstream.

Tim ini mempelajari lebih dari 270.000 posting (unggahan) yang dibuat oleh 73 halaman Facebook berbeda, dan membagi halaman Facebook sesuai dengan jenis informasi yang dibagikan, apakah berita konspirasi atau berita ilmiah mainstream.

Mereka juga menghitung jumlah reaksi suka untuk setiap post yang setidaknya diungkapkan oleh hampir 10 juta pengguna Facebook.

Dari pengklasifikasian itu, tim riset ini menemukan bahwa sekitar 60.000 orang terlibat dalam berita ilmiah, dan lebih dari tiga kali lipatnya (sekitar 200.000 orang) terlibat dalam berita konspirasi.

Lalu, jika berita ilmiah disukai oleh 2,5 juta orang, reaksi suka untuk berita konspirasi lagi-lagi jauh lebih banyak, yakni 6,5 juta orang.

BACA: Bagaimana Cara Mengubah Pikiran Para Pendukung Teori Konspirasi?

Meski ada perbedaan yang sangat menonjol dalam jumlah pembaca antara berita ilmiah dan berita konspirasi, tetapi para pengguna Facebook memiliki kesamaan dalam mengonsumsi berita ilmiah dan berita konspirasi.

Keduanya mendapatkan jumlah reaksi suka yang sama untuk setiap komen dan jumlah komen yang sama untuk setiap artikel yang di-post ulang. Lalu, setiap post yang diunggah juga memiliki periode distribusi yang sama, yaitu periode antara komentar pertama dan terakhir.

Namun, para peneliti menemukan satu perbedaan yang sangat mencolok: para pembaca berita konspirasi cenderung lebih sering berbagi dan menyukai sebuah posting-an dibanding pembaca berita ilmiah mainstream.

Hal ini mencerminkan adanya keinginan yang lebih besar untuk menyebarkan informasi berbasis konspirasi daripada berita ilmiah yang relevan.

Setelah mempelajari bagaimana pengguna Facebook mengonsumsi berita, Bessi dan rekannya mempelajari pengguna Facebook yang dibagi menjadi dua kelompok, pembaca berita konspirasi dan pembaca berita ilmiah mainstream.

BACA: Membayangkan Bentuk Badai Irma, Jose, dan Harvey jika Bumi Datar

Namun, ada yang menarik dengan bagaimana pembaca bereaksi terhadap sebuah pemberitaan yang memiliki sifat berseberangan.

Pembaca yang mengikuti berita konspirasi cenderung tidak terlibat dengan berita ilmiah dan lebih berfokus untuk menyebarkannya, sedangkan konsumen berita ilmiah akan cenderung berkomentar di halaman konspirasi.

"Penjelasan untuk perilaku seperti ini adalah kelompok pertama ingin menyebarkan isu-isu yang dilupakan oleh media konvensional, sedangkan kelompok kedua ingin menghambat penyebaran berita konspirasi," ujar Bessi.

Lalu, seperti yang telah Anda duga, pengguna Facebook cenderung berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pemahaman sama dengan diri mereka sendiri.

Inilah mengapa teori konspirasi bisa terus berlanjut, meski ada banyak bukti yang berseberangan. Penemuan ini juga turut didukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa seseorang akan cenderung mengikuti dan mempercayai hal-hal yang mendukung kepercayaannya sendiri.

Dengan kata lain, jika Anda telah mempercayai teori konspirasi, maka Anda akan cenderung mempercayainya sampai masa depan. Sama halnya jika Anda secara terus-menerus membaca berita ilmiah mainstream, Anda akan terus mempercayainya di masa depan.

Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau