Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Tokek Bisa Regenerasi Bagian Tubuh tetapi Manusia Tidak?

Kompas.com - 02/11/2017, 21:56 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Manusia cenderung menganggap dirinya sebagai makhluk yang unggul. Tapi benarkah hal tersebut?

Dalam berbagai hal, manusia sering kalah unggul dengan hewan maupun tumbuhan. Contohnya dalam hal regenerasi organ.

Manusia kalah unggul dengan hewan seperti tokek, ikan zebra, dan juga salamander. Mereka mampu menggantikan anggota tubuh yang hilang dalam waktu relatif singkat.

"Bagi banyak ilmuwan, ini adalah bentuk akhir dari regenerasi spesies," kata Matthew Vickaryous, seorang ahli biologi perkembangan dikutip dari Popular Science, Kamis (2/11/2017).

Baca juga: Tak Mau Dimangsa, Tokek Ini Menguliti Dirinya Sendiri

Ada sesuatu tentang tokek leopard yang menarik perhatian Vickaryous.

Pertama, tokek menyimpan banyak saraf tulang belakang pada ekornya. Kedua, ketika hewan ini bertemu dengan predator, ia akan melepaskan ekornya tanpa banyak usaha.

Kedua hal inilah yang membuat tokek leopard sangat menarik dan mudah dipelajari.

"Kita hanya memberikan mereka sebuah cubitan pada ekornya dan ekor itu akan putus sendiri," kata Vickaryous yang bekerja di University of Guelph, Kanada.

Apalagi, begitu mereka kehilangan ekornya, tokek dapat menumbuhkannya kembali dalam waktu sekitar sebulan. Waktunya cukup cepat, mengingat manusia membutuhkan waktu lebih dari satu dekade untuk mencapai tinggi maksimalnya saat dewasa.

Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang regenerasi spesies, para ilmuwan menduga beberapa jenis sel punca (induk) terlibat.

Sel induk pada dasarnya adalah papan tulis kosong yang dapat berkembang menjadi berbagai jenis sel yang berbeda -seperti kulit, otot, bahkan jantung- tergantung pada apa yang dibutuhkan.

Baca juga: Ingin Awet Muda? Perhatikan Regenerasi Tubuh

Tim ini mempelajari fenomena regenerasi tokek dengan mengambil sedikit ekor tokek dan melihat apa yang terjadi pada tingkat sel.

Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Comparative Neurology itu menemukan bahwa begitu ekornya terlepas, sekelompok sel induk yang dikenal sebagai sel glia-radial beraksi.

Sel-sel tersebut berkembang dan menghasilkan protein yang merespon cedera tersebut.

Menariknya lagi, ketika ekor tokek terlepas, pembekuan darah bekerja dengan cepat dan menutup luka. Jika peneliti menempelkan sehelai kulit ke area pembekuan tersebut, maka ekor tokek gagal diregenerasi.

Hal ini menunjukkan bahwa luka terbuka itu mengirimkan sinyal bahwa ada sesuatu yang perlu diganti. Jika kita menutupi lukanya, maka sinyal tersebut dihentikan dan regenerasi akan gagal.

Para peneliti mengatakan, ketika manusia mengalami luka pada saraf tulang belakang, pada dasarnya sel akan menciptakan jaringan parut untuk meminimalkan peradangan.

Vickaryous mengatakan hal ini bisa mencegah regenerasi jaringan tulang belakang. Sebaliknya, tokek tidak membentuk bekas luka (jaringan parut) yang mengurangi peradangan.

Baca juga: 42 Tahun Menghilang, Salamander Jackson Ditemukan Kembali

"Tidak adanya bekas luka adalah fitur besar, kami pikir itulah yang memungkinkan mereka tumbuh kembali," kata Vickaryous.

Maka, sekarang pertanyaan besarnya adalah mengapa kita membentuk jaringan baru dan bukan sel baru?

Sebenarnya, jenis sel induk yang bertanggung jawab atas regenerasi, yaitu sel glia-radial sangat melimpah di otak dan sumsum tulang belakang saat janin berkembang.

Sayangnya, sebagian besar sel ini hilang ketika kita lahir dan tumbuh.

Vickaryous berpikir bahwa inilah alasan utama mengapa kita tidak bisa meregenerasi tulang belakang kita sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com