Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/10/2017, 20:04 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Penulis

KOMPAS.com- Usaha ilmuwan menggali lebih dalam tentang potongan tengkorak di Papua Nugini membuahkan hasil. Potongan yang ditemukan pada tahun 1929 tersebut ternyata merupakan korban tragedi tsunami kuno di wilayah Kepulauan Pasifik, dan merupakan bukti tertua dalam sejarah kita.

Para ilmuwan menggelar penelitian baru dengan mengunjungi kembali ke lokasi penemuan tengkorak di Kota Aitape, Papua Nugini. Mereka menggali lebih dalam dan melihat adanya "jejak" tsunami kuno pada pola endapan tanah di sekitar lokasi penemuan tengkorak.

Tsunami telah terjadi selama ribuan tahun lamanya. Ketika menerjang sebuah wilayah, tsunami bisa menyeret semuanya, mulai dari lumpur, batu, tanaman, hingga kehidupan dasar laut. Menurut John Terrel, kurator Antropologi Pasific di Musemum Field Chicago, apa yang terseret oleh tsunami adalah halaman buku bagi ahli geologi.

Baca juga: Berusia 3.200 Tahun, Prasasti Kuno Mengungkap Misteri Manusia Laut

Oleh karena itu, meskipun tengkorak Aitape sudah diteliti secara detail, ternyata sampel tanah dari lokasi temuannya masih terus memberikan jawaban baru bagi para peneliti.

"Setelah kita teliti secara cermat dan berimbang, dan mencoba segala skenario, kami yakin bahwa tengkorak ini adalah korban tsunami atau bisa juga sudah terkubur sebelum tsunami menerjangnya," kata James Groff, kepala penelitian sekaligus ahli tsunami kuno di Universitas New South Wales, Australia, seperti dikutip oleh Livescience 25 Oktober 2017.

Namun, ceritanya tidak sampai di situ. Mark Golitko, asisten profesor di Jurusan Antropologi di Universitas Notre Dame, menjelaskan bahwa penemuan baru ini tidak hanya menggambarkan peristiwa tsunami kuno dan korbannya saja, tetapi juga rupa bumi pada masa tersebut.

"Pada periode tersebut, sekitar 3.000-7.000 tahun lalu, bumi sedang mengalami perubahan lingkungan besar-besaran yang memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan manusia saat itu yang tingal di pesisiran," kata Golitko.

Baca juga : Belajar dari Mentawai, Mewaspadai Tsunami yang ?Senyap?

Dia melanjutkan, setelah zaman es, ketinggian laut mulai stabil, iklim juga mulai stabil termasuk kehidupan di sekitar garis pantai.

Perubahan ini membuat pesisiran Papua Nugini yang curam menjadi bisa diakses oleh manusia. Permukaan air yang naik juga membentuk laguna, delta sungai, dan danau yang mengubah daerah pesisiran menjadi pusat kehidupan manusia.

Melalui penelitian lebih lanjut, para peneliti berharap untuk mempelajari cara masyarakat masa lalu beradaptasi dengan kehidupan pesisiran yang sering terkena tsunami, banjir dan hujan.

Mereka juga berharap untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam usaha memitigasi tsunami yang akan datang.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com