Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/10/2017, 19:30 WIB
Monika Novena

Penulis

KOMPAS.com - Trend minum plasenta yang dipopulerkan beberapa kalangan artis dunia ternyata tidak ada manfaat kesehatannya.

Kajian mengenai plasenta bahkan sudah dipublikasikan secara online pada bulan Agustus 2017 di American Journal of Obstetrics & Gynecology.

Selama ini plasenta disebut-sebut sebagai makanan ajaib. Hingga beberapa pesohor seperti Kim Kardashian memposting foto yang menunjukkan plasenta yang dikeringkan kemudian dikapsulkan.

Pendukung praktek ini, yang disebut placentophagy, mengklaim mengonsumsi plasenta memiliki banyak manfaat seperti dapat membantu mengatasi depresi pasca melahirkan, memperbaiki laktasi, dan meningkatkan energi.

Namun tinjauan baru mengenai plasenta menunjukkan bahwa sebenarnya kondumsi organ yang membantu menyalurkan nutrisi pada bayi ini tak punya manfaat kesehatan.

"Jangan makan plasenta bayi Anda. Tidak ada manfaatnya dan ada potensi resiko," kata Dr. Amos Grünebaum, seorang profesor kebidanan dan ginekologi klinis di Weill Cornell Medical College di New York City seperti dikutip dari Live Science, Sabtu (14/10/2017).

Resiko ini meliputi infeksi virus dan bakteri bagi bayi yang sedang menyusui dan juga ibunya. Juga resiko menelan racun dan hormon yang terkumpul di plasenta selama kehamilan. Potensi resiko ini tetap ada meskipun plasenta sudah dibekukan, keringkan, enkapsulasi atau dipanggang.

Baca Juga: Ini Alasan Sebenarnya Ibu Hamil Tidak Boleh Merokok

Belum ada standar untuk memproses plasenta untuk konsumsi manusia. Centers for Disease COntrol and Prevention (CDC) juga merekomendasikan untuk menghindari enkapsulasi plasenta karena tidak menghilangkan patogen.

Sementara, untuk memanggang plasenta, juga harus memenuhi persyaratan panas yang sesuai untuk menghilangkan infeksi.

"Analoginya steak dapat dimasak mentah, sedang atau sudah matang. Semakin mentah, semakin besar kemungkinan kontaminasi," tambah Grünebaum.

Laporan CDC di Amerika Serikat dari bulan Juni menyoroti kasus konsumsi plasenta ini. Dalam laporannya, CDC menggambarkan sebuah kasus di mana bayi mendapatkan infeksi dari bakteri yang terdapat di kapsul plasenta ibunya.

Setelah melakukan penyelidikan CDC, survei mengungkap bahwa banyak plasenta yang dienkapsulasi tidak dipanaskan pada suhu cukup tinggi dalam waktu yang lama.

Pemanasan yang diperlukan untuk membunuh bakteri adalah selama dua jam pada suhu 54 derajat celsius. Bahkan, perlu suhu yang lebih tinggi untuk membunuh virus seperti HIV, Zika dan hepatitis.

Meski telah dipanaskan, plasenta juga masih membawa risiko. Logam berat dan hormon dapat terakumulasi dalam plasenta, dan panas tidak akan berpengaruh pada senyawa tersebut.

Memang, studi tidak menemukan toksin atau hormon yang berbahaya dalam plasenta, namun perempuan yang mengonsumsi plasenta sering mengeluhkan sakit kepala yang dapat disebabkan oleh logam berat kadmium yang terbentuk di plasenta mereka.

Di rumah sakit Weill Cornell, tempat dimana Grünebaum praktek, sekitar 1 dari 60 pasen bertanya kepadanya mengenai placentophagy.

Ia sendiri punya pemikiran lain soal itu, menyebut bahwa orang yang mendukung praktek tersebut adalah orang-orang yang berorientasi finansial.

Mereka memanfaatkan fakta bahwa ibu akan berusaha melakukan yang terbaik bagi bayi mereka.

"Orang yang mengatakan kepada perempuan agar makan plasenta mereka mendapatkan banyak keuntungan dari situ. Sekitar 200-400 dollar AS untuk mengkapsulkan plasenta," kata Grünebaum.

Baca Juga: Perhatian untuk Ibu Hamil, Gigi Berlubang Bisa Picu Kelahiran Prematur

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com