Beberapa waktu kemudian, pihak pemerintah Turki melakukan pencarian lokasi desa tersebut dan menemukan tiga prasasti dari lempeng tembaga yang kini telah hilang. Ketiganya belum pernah diberitakan ke publik.
Sementara itu, seorang arkeolog bernama Bahadir Alkim menemukan kembali gambaran dari Perrot dan membuat kopiannya, dan kopiannya tersebut diduplikasi kembali oleh Mellart menjadi dokumen yang kini telah dipecahkan oleh tim Woudhuizen.
Apakah Prasasti tersebut benar ada?
Live Science, Sabtu (7/10/2017), berbicara dengan sejumlah arkeolog lainnya yang tidak berkaitan dengan penelitian tersebut. Mereka mengungkapkan kekhawatiran bila prasasti tersebut adalah kepalsuan baru.
Pasalnya, sejauh ini belum ada catatan lain, selain milik Mellart, yang bisa menjadi bukti keberadaan prasasti tersebut.
Zangger dan Woudhuizen menimpali pernyataan tersebut dengan menjelaskan bahwa sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin bagi Mellaart atau orang lain untuk menciptakan prasasti palsu.
Sebab, prasasti ini sangat panjang dan Mellaart tidak dapat membaca bahasa Luwian atau menulisnya.
Mereka juga menggarisbawahi bahwa tidak ada seorang pun yang mampu menerjemahkan Luwian hingga tahun 1950-an. Ini berarti Perrot juga tidak memalsukannya.
Meskipun demikian, Zangger berkata bahwa sampai rekaman dari prasasti yang asli ditemukan di kediaman Mellaart, dia pun tidak dapat memastikan apakah itu palsu atau asli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.