Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Dwi Hartanto, Haruskah Kita "Menguliti" dan "Membunuhnya"?

Kompas.com - 09/10/2017, 20:36 WIB
,
Lutfy Mairizal Putra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sikap Dwi Hartanto, mahasiswa PhD Indonesia di TU Delft, Belanda, membuat dirinya sendiri terlempar dari puncak ketenaran ke lembah celaan.

Setelah kebohongan besarnya terbongkar, sikap Dwi menuai kecaman dan rasa prihatin baik dari kalangan ilmuwan maupun awam.

"Saya pikir cuma Setnov yang pandai bersandiwara, ternyata ada temannya," kata Kasetto Sugoi, salah satu pembaca Kompas.com dalam komentarnya.

Bahkan Made Menaka, juga pembaca, berkomentar, "Enggak usah pulang ke Indonesia. Bangsa Indonesia perlu orang jujur, bukan orang pintar berbahaya."

Dwi memang salah. Dia bukan satu-satunya orang non Eropa yang masuk ring satu Badan Antariksa Eropa (ESA). Saat ini, dia masih mahasiswa doktoral, masuk dalam grup Interactive Intelligent.

Namun, Achmad Adhitya yang sempat menjabat ketua organisasi ilmuwan diaspora Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) mengungkapkan, menguliti kebohongan Dwi saja tidak membawa manfaat.

"Ke depannya kita harus tahu mau apa. Jangan berhenti pada menguliti kesalahan Dwi," ungkapnya saat berbincang dengan Kompas.com, Minggu (8/10/2017).

Pelajaran bagi Bangsa

Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Satrio Soemantri Brodjonegoro, mengatakan, kasus Dwi adalah pelajaran berharga, bukan cuma bagi Dwi sendiri tetapi juga bangsa Indonesia.

Ia mengatakan, pelajaran terpenting dari kasus adalah pentingnya kejujuran. Menurutnya, ilmuwan bisa gagal tetapi jujur itu harus.

"Ilmuwan itu satu aja sifatnya yang dipegang, kebenaran. Ilmunya harus yang benar. Tidak boleh mengklaim yang bukan keahlian kita,” katanya.

Satrio mengatakan, tak perlu malu mengakui jika seorang ilmuwan tak menguasai tema di luar keahliannya. Dengan begitu, seorang telah berpegang teguh terhadap etika keilmuan.

Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), LT Handoko, mengungkapkan, kasus mirip Dwi di Indonesia sebenarnya banyak.

"Pada banyak kasus, meski yang bersangkutan tidak ecara proaktif dan vulgar seperti Dwi, tetapi mereka mendiamkan dan seolah menikmati," katanya.

Menurutnya, kasus Dwi menunjukkan bangsa Indonesia haus prestasi dan inspirasi. "Pada saat yang sama menunjukkan literasi iptek bangsa Indonesia masih rendah," katanya.

Baca Juga: Dwi Hartanto, "The Next Habibie", Akhiri Kebohongan Besarnya

Halaman:
Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau