Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Bentuk Konsorsium Riset Samudera, Ini Tujuannya

Kompas.com - 25/09/2017, 20:07 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com –- Indonesia akan meluncurkan Konsorsium Riset Samudera sebagai upaya pengembangan program dan infrastruktur. Rencananya, konsorsium yang terdiri dari 11 anggota itu akan diluncurkan pada Selasa (26/9/2017).

Beberapa yang tergabung antara lain, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Sriwijaya (Unsri).

“Ini sebagai salah satu langkah pengembangan riset dasar. Beberapa riset samudera membutuhkan biaya dan investasi besar. Juga untuk mempertajam program riset dan pemanfaatan infrastruktur riset,” kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI Zainal Arifin saat dihubungi, Senin (25/9/2017).

(Baca juga: Inilah Mengapa Gempa Sumatera 2012 Tidak Semematikan 2004)

Zainal mengatakan, konsorsium akan dikoordinasi oleh Bappenas. Dengan begitu, tidak ada tumpang tindih program riset antara kementerian dengan lembaga pemerintah.

Sasaran dari pembentukan konsorsium ini adalah pengembangan jaringan para peneliti, baik di dalam maupun di luar negeri. Keluasan jaringan dapat membantu menjembatani minimnya biaya riset yang diberikan oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN).

Dalam seminar ilmiah yang digelar di Institut Francais Indonesia (IFI), Zainal mengakui adanya perbedaan cara pandang pemerintah terhadap riset. Berbeda dengan negara maju, Indonesia tidak melihat riset sebagai prioritas.

Hal ini dapat dilihat, misalnya, dari pengembangan riset geosains kelautan. Pemerintah baru mengucurkan dana setelah gempa terjadi. Sebelum gempa, serangkaian penelitian untuk analisis mitigasi tidak dilakukan.

Untungnya, para peneliti Indonesia berhasil membangun jaringan dengan para peneliti asing. Para peneliti mempelajari gerakan kerak samudera Hindia yang mengakibatkan gempa pada tahun 2012 lalu. Gempa tersebut kemungkinan timbul karena gempa pada tahun 2004.

(Baca juga: 11 Tahun Setelah Kejadiannya, Keunikan Gempa Pangandaran 2006 Diungkap)

“Bedanya kalau di Indonesia kita sediakan pendanaan setelah bencana terjadi, tapi di Perancis sebelumnya. Mereka mencegah. Ketika tsunami muncul, mereka sudah siap. Saya kira keduanya kita perlukan,” kata Zainal.

Sementara itu, Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Nugroho Dwi Hananto mengatakan, kerjasama penelitian akan menguntungkan kedua belah pihak. Perancis berkesempatan mempelajari ilmu dasar yang tidak bisa dijumpai di negaranya, sedangkan bagi Indonesia, mengetahui apa yang sebetulnya terjadi di kerak samudera menjadi bekal pengetahuan.

“Kita ingin tahu punya kita sebenarnya apa. Kita enggak punya modal. 50.000 Euro per hari itu habis dari pemakaian kapal riset yang dimiliki pemerintah Prancis,” kata Nugroho.

Sejak 25 September 2017 hingga 21 Oktober 2017 mendatang, Nugroho dan koleganya akan berada di atas kapal riset R/V Marion Dufresne dengan program MIRAGE II. Sebelumnya, MIRAGE I telah dilakukan pada 2016 lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau