JAKARTA, KOMPAS.com -- Ketika digigit oleh ular berbisa, ada kemungkinan Anda sedang sendirian di hutan, tambang, atau sawah. Pada saat itu, hal yang harus diingat adalah jangan panik, meskipun kondisi menyulitkan Anda untuk mengakses tenaga medis.
Pakar gigitan ular dan toksikologi DR. dr. Tri Maharani, M.Si SP.EM mengatakan, dalam kondisi seperti itu, seseorang yang tergigit ular berbisa hanya perlu berbaring setelah dilakukannya imobilisasi. Bila Anda berlari, bisa ular akan menyebar ke seluruh tubuh.
“Kalau tergigit terus nggak bisa kemana-mana, diimobilisasi dan tidur saja di situ,” kata Tri saat dihubungi Kompas.com (11/9/2017). Setelah diimobilisasi, bisa ular tetap berada di daerah lokal atau tempat Anda tergigit. Tanpa penyebaran secara sistemik, tingkat keselamatan nyawa masih terbilang tinggi.
(Baca juga: Bagaimana Caranya agar Tidak Mati setelah Digigit Ular Berbisa?)
Menurut Tri, bila racun hanya berada pada daerah lokal, metabolisme tubuh bisa mengeluarkan racun dengan sendirinya. Namun, bila telah menjalar secara sistemik ke seluruh tubuh, hanya anti-bisa yang dapat mengikat bisa dari dalam tubuh.
“Menurut buku panduan Badan Kesehatan Dunia (WHO), kalau ada di fase lokal, (bisa) keluar dengan sendirinya. Minimal observasi 24-48 jam. Jadi, kalau tergigit dan hanya sendiri, nggak bisa kemana-mana, dalam 2-3 hari sudah keluar (racunnya),” ucap Tri.
Untuk memastikan racun telah keluar dari dalam tubuh, Anda perlu memperhatikan gejala-gejalanya yang berbeda-beda untuk setiap jenis racun.
Untuk racun neurotoksin dari gigitan ular anang atau king cobra (Ophiophagus Hannah), ular weling, dan ular laut; gejalanya berupa rasa kantuk. Mata tak bisa dibuka karena terjadi kelumpuhan pada otot kelopak mata, sesak nafas, dan kelumpuhan pita suara.
(Baca juga: Tujuh Jenis Bisa Ular di Indonesia, Kenali Bedanya, Pahami Dampaknya)
Pada racun hemotoksin, gejalanya berupa pendarahan, seperti mimisan, air mata darah, kencing darah, dan kotoran darah. Jenis racun ini dihasilkan dari ular tanah, ular hijau berekor merah, dan ular picung.
Kemudian, nekrotoksin punya gejala kencing kemerahan, dan kehitaman pada kulit dan jaringan. Sitotoksin berupa pembengkakan di tempat gigitan terjadi. Selain itu, miotoksin ditandai dengan rasa nyeri yang sangat berat pada otot.
“Kalau semua gejala itu tidak ada, berarti kondisinya sudah mengalami perbaikan. Kalau di rumah sakit sudah lebih enak, tapi kalau terpaksa sendirian di tengah hutan nggak bisa kemana-mana,” ujar Tri.
Tri berharap agar Public Safety Center (PSC) 119 dapat memberikan pertolongan dan anti-bisa pada korban gigitan ular. “Kita kan banyak yang kerja di hutan, tambang, dan sawah. Jadi, korban gigitan ular nggak perlu mencari pertolongan, tapi dia yang dicari sama penolongnya,” kata Tri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.