Meski tak selalu berkaitan dengan kekerasan, pengidap skizofrenia dan gangguan bipolar sering mengalami paranoia ekstrim yang berkaitan dengan ras atau etnisitas.
Hasil tes Implicit Association test (IAT) juga menunjukkan bahwa 90 persen orang Amerika punya sedikit bias terhadap orang di luar kelompok mereka. Tes yang dikembangkan sekitar dua dekade yang lalu oleh psikolog sosial di Harvard, University of Virginia, dan University of Washington ini telah diikuti oleh lebih dari 17 juta orang.
Namun, fakta sebaliknya juga perlu diperhatikan. Pengatur pembunuhan masal jutaan Yahudi, Adolf Eichmann, dinyatakan “normal” oleh enam orang psikiater. Bahkan, Eichmann dinyatakan memiliki relasi keluarga idaman.
"Rasis, sayangnya, mengatasi kehidupan sehari-hari dengan baik," kata Sander Gilman, pengajar psikiatri di Emory University dan penulis buku Are Racists Crazy? bersama James M. Thomas, asisten profesor sosiologi di University of Mississippi.
Namun, keputusan tersebut membuat banyak orang merasa tidak nyaman. "Banyak orang berpikir bahwa ada sesuatu yang salah dengan mental orang-orang Jerman untuk membiarkan hal ini terjadi," kata James Thomas, asisten profesor sosiologi di University of Mississippi.
Para peneliti sosial pun berpendapat bahwa definisi klinis dibutuhkan untuk menyadarkan masyarakat akan keanehan dari patologi ini.
Tiga psikolog akhirnya membuat Skala California-F (F untuk fasis) yang memungkinkan identifikasi ciri-ciri dari penganut ideologi berbahaya, yakni tidak fleksibel, kesetiaan yang kuat terhadap kepemimpinan, kecenderungan untuk mengkambinghitamkan orang lain dan kemauan untuk menyerang dalam kemarahan dan kekerasan.
Namun, Gilman tidak menyetujui diagnosis rasisme ekstrem sebagai penyakit mental karena berpotensi disalahgunakan sebagai alasan untuk menghindari hukuman.
"Orang-orang ini jahat. Mereka membuat banyak pilihan yang salah, tetapi pilihan tersebut tidak bisa diatribusikan pada penyakit mental. Memutuskan bahwa rasisme ekstrem adalah penyakit mental akan melepaskan mereka dari tanggung jawab dan hukuman," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.