KOMPAS.com -- Bob: “Aku bisa bisa aku aku segalanya”
Alice: “Bola-bola punya kosong kepadaku kepadaku kepadaku kepadaku kepadaku kepadaku kepadaku kepadaku.”
Bagi Anda, percakapan di atas memang tidak masuk akal. Namun, percakapan tersebut adalah hasil diskusi dari dua agen kecerdasan buatan milik Facebook yang terlalu canggih dan efisien untuk bahasa manusia.
Dilaporkan oleh Fast Co. Design 14 Juli 2017, pada awalnya kedua agen tersebut diminta untuk berkompetisi satu sama lain agar kemampuannya meningkat. Namun, kesalahan dalam program membuat mereka memutuskan bahwa berbicara seperti manusia tidak menguntungkan.
(Baca juga: Google Ciptakan Kecerdasan Buatan yang Bisa Prediksikan Masa Depan)
“Tidak ada keuntungan (bagi mereka) untuk menggunakan bahasa Inggris. Jadi, agen mulai menjauh dari bahasa yang kita mengerti dan membentuk kode untuk mereka sendiri,” kata Dhruv Brata, seorang peneliti dari Georgia Tech yang berkunjung ke Facebook AI Research (FAIR).
Dia melanjutkan, seperti kalau saya bilang ‘the’ lima kali, lalu Anda mengartikannya sebagai permintaan untuk menyalin catatan tersebut lima kali. Ini tidak jauh berbeda dengan cara komunitas manusia membuat singkatan.
Walaupun sangat mengesankan, para peneliti akhirnya memutuskan untuk membunuh Bob dan Alice. Mereka lalu memasang agen baru yang diharuskan untuk berbicara dalam bahasa Inggris yang dimengerti oleh manusia.
“Kami ingin menciptakan robot yang bisa bicara dengan manusia,” ujar Mike Lewis, seorang peneliti di FAIR.
(Baca juga: Perlukah Kita Takut Dikalahkan oleh Kecerdasan Buatan?)
Hal tersebut serupa dengan pendapat Microsoft, Google, Amazon, dan Apple. Para raksasa teknologi tersebut sedang menfokuskan energi dan materi mereka untuk menciptakan kecerdasan buatan yang dapat dikonsumsi oleh manusia.
Salah seorang juru bicara dari Microsoft bahkan mengakui bahwa mereka lebih tertarik dengan komunikasi antara manusia dengan komputer daripada komputer dengan komputer.
Selain itu, masalah lain yang dihadapi oleh Facebook bila Bob dan Alice terus berbicara dengan bahasanya sendiri adalah kesulitan untuk mempelajarinya.
“Anda harus ingat, tidak ada pembicara bilingual yang bisa mengerti bahasa kecerdasan buatan dan manusia. Pada saat ini, kita sudah kesulitan untuk mengerti betapa kompleksnya cara berpikir mereka. Menambahkan pembicaraan antara kecerdasan buatan dengan kecerdasan buatan akan membuat masalah ini makin rumit,” kata Batra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.