Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Harus Kita Pelajari dari Kematian Chester Bennington?

Kompas.com - 22/07/2017, 16:39 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com –- Kematian Chester Bennington pada hari Kamis (20/7/2017) waktu setempat membuat masyarakat dunia terkejut. Vokalis Linkin Park tersebut mengakhiri hidupnya dengan gantung diri.

Sebelum meninggal, Bennington memang diketahui mengalami adiksi terhadap narkotika dan minuman beralkohol. Hal itu ditempuh Bennington akibat trauma kekerasan seksual yang dialaminya sejak usia tujuh tahun.

(Baca juga: Vokalis Linkin Park Meninggal karena Gantung Diri)

Psikolog klinis dan forensik Kasandra Putranto mengatakan, bunuh diri terkait dengan depresi, sedangkan depresi juga memiliki kaitan dengan adiksi. Oleh karena itu, seseorang yang mengalami depresi sering kali juga mengidap adiksi. Hal itu terkait dengan kondisi neuropsikologis.

“Secara ilmiah, kondisi depresi biasanya dekat dengan adiksi. Bisa jadi orang depresi, lalu pakai narkoba, kemudian adiksi. Tapi ada orang dari adiksi kemudian jadi depresi, lalu bunuh diri. Biasanya tahapannya begitu,” kata Kasandra saat dihubungi pada Jumat (21/7/2017).

Kasandra mengatakan, depresi dipengaruhi oleh kondisi genetis dan lingkungan sosial. Dalam konteks kehidupan Bennington, lingkungan sosial memacu terjadinya depresi berkepanjangan. Teman Bennington yang lebih tua melakukan kekerasan seksual kepadanya sejak usia tujuh hingga usia 13 tahun.

Depresi lalu bertambah ketika Bennington mengalami perundungan di sekolah menengah atas akibat fisiknya.

Di Indonesia sendiri, perundungan hampir menjadi bagian “wajib” dari pergaulan di sekolah. Meski dengan taraf yang berbeda-beda.

(Baca juga: Jangan Hanya Ditangisi, Ambil Pelajaran Ini dari Perjuangan Jupe)

Anda tentu masih ingat dengan perundungan terhadap siswi SMP di Thamrin City, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Jumat (14/7/2017). Sembilan orang siswa SD dan SMP melakukan kekerasan terhadap satu orang siswi berseragam putih.

Menurut Kasandra, saat ini tengah terjadi kesalahan asuh terhadap proses tumbuh kembang anak. Ia menduga citra kita sebagai masyarakat yang ramah tengah pudar.

“Ada orang stres pergi ke apotik enggak pakai baju dan celana dalam. Kan mestinya kita lindungi, kasih sarung, jaket. Jangan malah divideoin, dikatain, dan disebarin ke orang. Itu kan jahat. Artinya masyarakat kita sendiri juga sakit sebenarnya,” ujar Kasandra.

Kasandra menganjurkan kepada orangtua untuk memperhatikan kesehatan mental anak. Selain pemeriksaan kesehatan fisik, menurut Kasandra perlu dilakukan pemeriksaan psikologi setiap tiga sampai empat tahun sekali.

“Di indonesia belum lazim. Sering kali anak dibawa (ke psikolog) kalau sudah fatal. Jadi jangan cuma medical check-up aja. (Saat) umur empat tahun, enam tahun, 10 tahun, saat masuk SMP, SMA, dan kuliah. Jadi kita tahu ada masalah atau enggak,” ucap Kasandra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com