Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Ciptakan Rahim Plastik untuk Mengubah Nasib Bayi Prematur

Kompas.com - 26/04/2017, 19:01 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Bayi prematur masa depan mungkin tak lagi harus bertahan hidup di sebuah inkubator. Mereka akan ditempatkan di kantung plastik "ajaib".

Tim peneliti dari Rumah Sakit Anak Philadelphia menciptakan kantung plastik itu dan beharap memanfaatkannya sebagai rahim buatan.

Kantung plastik itu diisi amnion, cairan yang normalnya juga terdapat di dalam rahim. Selain itu, kantung juga terhubung dengan mesin serupa paru-paru yang menyuplai oksigen serta kantung nutrisi.

Emily Partridge, salah satu peneliti, berharap rahim buatan itu bisa menyelamatkan bayi prematur dari ancaman kematian.

Saat ini, tingkat kesintasan bayi prematur yang lahir pada usia kehamilan 23 minggu nyaris nol persen, usia 23 minggu 15 persen, 24 minggu 55 persen, dan 25 minggu 80 persen.

Baca Juga: Seorang Bayi Lahir dari Tiga Orang Tua Kandung berkat Teknik Kontroversial

Normalnya, bayi lahir pada usia kehamilan 40 minggu. Mereka yang lahir kurang dari periode tersebut berpotensi mengalami kematian dan gangguan perkembangan.

Partridge mengatakan, upayanya fokus pada bayi prematur yang lahir pada usia kehamilan 23-24 minggu, tidak kurang dari itu.

"Bayi yang menghadapi tantangan untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim, di daratan, dan menghirup udara langsung padahal mereka belum siap untuk itu," katanya seperti dikutip BBC, Selasa (25/4/2017).

Studi pada Domba

Bagaimana Partridge menguji keefektifan rahim buatannya? Mereka melakukan studi pada embrio domba yang usianya setara dengan embrio manusia berumur 23 minggu.

Embrio dimasukkan dalam kantung berisi amnion. Bagi umbilical cord-nya dihubungkan dengan mesin udara lewat selang yang berfungsi mirip plasenta.

Rahim buatan itu juga dihubungkan dengan kantung berisi nutrisi, mirip cairan infus. Lantas, kantung disimpan di lingkungan yang steril dan suhu optimal.

Pengamatan menunjukkan, embrio tampak menikmati lingkungan plastik itu. Matanya terbuka dan bulu pun tumbuh normal.

Setelah 28 hari di dalam rahim buatan, embrio dilepaskan. Sejumlah embrio dibunuh dengan sengaja agar ilmuwan bisa mengamati perkembangan organnya.

Sejumlah embrio lain dibiarkan hidup dan diberi makan lewat botol, seperti halnya bayi manusia yang diberi susu formula.

"Mereka tumbuh normal. Paru-parunya berkembang sempurna. Otaknya juga. Embrio berkembang normal dalam setiap aspek," kata Alan Flake.

Baca Juga: Teknik Kontroversial Pembuatan Bayi dari Tiga Orangtua Kandung Terungkap

Meski sukses pada domba, bukan berarti prosedur ini langsung bisa dipakai untuk manusia. Tim masih perlu melakukan eksperimen lain untuk memastikannya.

Salah satu tantangannya adalah sterilitas. Jika tak steril, rahim buatan beserta isinya malah bisa membahayakan embrio.

Tantangan lain adalah menemukan formula cairan amnion yang tepat bagi manusia serta hormon pertumbuhan yang dibutuhkan.

"Ini akan butuh banyak riset pra-klinis dan perawatan ini tak akan tersaji di klinik segera," kata Colin Duncan dari University of Edinburgh.

Masalah Etika

Rahim buatan ini, jika pun terbukti efektif pada manusia, akan menghadapi tantangan dalam aplikasinya. Sebab, alat ini berpotensi memunculkan masalah etika.

Misalnya, apakah embrio yang hendak dipertahankan memang layak dipertahankan dan apakah embrio itu takkan menghadapi tekanan ketika hidup dalam rahim buatan. Bagaimana pula mendefinisikan embrio dan bayi?  

Baca Juga: Keajaiban Pengetahuan, Bayi Ini Sembuh dari Leukimia Setelah Gennya Diedit

Masalah lain, perangkat itu nantinya berpotensi disalahgunakan. Apalagi, saat ini manusia sudah bisa membuat sel sperma dan sel telur.

"Saya bisa membayangkan suatu masa, "Dunia yang Berani", di mana kita bisa mengembagkan embrio dari awal hingga akhir di luar tubuh manusia," kata Dena Davis, pakar bioetika dari Lehigh University.

Flake mengatakan, masalah etika memang harus dipertimbangkan tetapi keselamatan dan hak hidup bayi yang lahir prematur juga mesti diperhitungkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com