Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/03/2017, 07:15 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Mulai dari kecemasan sampai depresi, masalah kesehatan mental sering dianggap sebagai penyakit yang "tidak tampak". Penderita penyakit ini sering berjuang sendirian dalam sunyi di balik pintu yang tertutup.

Orang yang menderita gangguan jiwa menyadari bahwa kondisinya dapat memengaruhi orang-orang di sekitarnya. Pada satu titik, gejala seperti pikiran yang terlalu sibuk, paranoid, dan kepercayaan diri yang jatuh, akan membuat seseorang berperilaku di luar karakternya.

Terkadang, mereka akan terlihat seperti orang yang sombong dan tidak tahu aturan. Karena stigma yang melekat kuat pada gangguan jiwa, seseorang biasanya takut mengakui sikap kasar mereka itu karena penyakit yang dideritanya.

Sarah (28), seorang pekerja di London, mengatakan ia sudah menderita depresi sejak anak-anak. Aslinya memiliki pembawaan yang senang ngobrol, orang-orang di sekitarnya sering bingung dengan sikapnya saat depresinya muncul.

"Saat saya berasa di titik terendah, saya sulit melakukan kontak mata dan interaksi kecil lainnya. Saya takut orang lain akan menilai penampilan saya tidak pantas, jadi saya berusaha menjaga jarak, tidak berbicara dan kepala selalu tertunduk," katanya.

Gejala depresi antara lain kehilangan minat melakukan rutinitas sehari-hari, merasa sedih mendalam, putus asa, tidak nafsu makan, sulit tidur, atau justru selalu mengantuk.

Bagi Chloe (30), seorang ibu rumah tangga, kombinasi antara depresi, kecemasan, ADHD, dan dispraxia, bisa membuat interaksi sosial sangat sulit.

"Saya bukan cuma menghindari kontak mata, tapi juga tak ingin bertemu orang. Saya merasa dengan tidak melihat atau terdengar, orang-orang tidak sadar saya ada. Tapi nyatanya tidak," kata Chloe.

Ketakutannya berinteraksi dengan orang lain itu sering membawa masalah. Ia dianggap sombong, bahkan oleh keluarga kekasihnya. Untuk mengatasinya, Chloe selalu berupaya mengingatkan dirinya ia ada dalam ruangan yang sama dengan orang lain dan tidak ada yang menganggapnya aneh.

Gangguan jiwa seringkali membuat penderitanya berada dalam kondisi perang terus menerus dengan dirinya sendiri.

"Ada kepribadian kita, tapi ada bagian dari kepribadian kita yang sakit dan terus mendikte apa yang harus kita lakukan," kata Frankie (26) yang menderita anoreksia.

Sebagian orang dengan gangguan jiwa itu berharap bisa terbuka pada orang lain mengapa sikapnya "tidak sopan", tetapi tidak bisa. Mereka takut terhadap stigma dan diskriminasi yang akan diterimanya.

Kasus-kasus gangguan jiwa seperti kecemasan, depresi, bahkan gangguan bipolar, sebenarnya bisa disembuhkan. Namun, hanya sedikit pasien yang mendapat penanganan dan pengobatan yang tepat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com