Untuk menghadapi situasi itu, Benny menyarankan"Yang pertama, sebelum dapat berempati kepada seseorang, kita harus tahan asumsi kita terlebih dahulu. Asumsi atau penghakiman seperti "Kurang iman, begitu saja lemah, bodoh, putus asa", harus ditahan.”
“Cobalah menjadi pendengar bagi dia. Entah dia menangis atau marah-marah, kita tidak perlu bereaksi berlebihan atau memberi banyak nasihat. Yang dia butuhkan adalah sosok pendengar," lanjut Benny.
Selain itu, kita juga perlu melihat sejauh yang bersangkutan memikirkan kematian. Apakah implisit seperti "Saya berharap tidak dilahirkan" atau "Saya mau tidur dan tidak bangun-bangun lagi"? Atau, malah sudah eksplisit dan detail "Saya mau mati gantung diri. Berani tidak, ya?", atau "Dalam sebulan lagi, saya akan minum racun".
Semakin eksplisit atau jelas dan detail, artinya semakin bahaya.
Bagi yang bukan psikolog atau psikiater, batasannya adalah bersedia menjadi pendengar atau "tempat sampah" bagi keluh-kesah orang tersebut.
Proses pemulihan adalah tanggungjawab dari psikolog dan psikiater. Karena itu, sedapat mungkin, cobalah bujuk atau rujuk orang yang kita curigai punya maksud bunuh diri, ke tenaga profesional.
Jika Anda merasa tak ada yang memahami
Pada satu titik kehidupan, kadang kita merasa, teman dan kerabat tak ada yang bisa mengerti pikiran dan beban hidup kita. Sedih? Pastinya! Tapi, jangan berpikir untuk bunuh diri. Silakan kontak Into the Light untuk mendapat pendampingan sebaya:
Facebook: IntoTheLightID
Twitter: @IntoTheLightID
Email: intothelight.email@gmail.com
Web: intothelightid.wordpress.com