Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jurisdictional Leader" ala Sumsel dan Kunci Konservasi

Kompas.com - 24/09/2016, 14:12 WIB


NEW YORK, KOMPAS.com
– Kehadiran program Kemitraan Pengelolaan Lanskap di Sumatera Selatan, diakui lembaga internasional sebagai terobosan kepemimpinan daerah terkait konservasi lingkungan hidup.

Sebelumnya, hutan dan pertanian telah menjadi faktor kunci Kesepakatan Paris—satu konsensus internasional untuk lingkungan hidup yang dilansir pada 2015. Namun, perwujudannya butuh beragam inisiasi, termasuk terobosan dari pemerintah daerah dan kerja sama banyak kalangan.

“Dalam aspek kehutanan berkelanjutan, Sumatera Selatan merupakan provinsi pertama di Indonesia yang memulai kemitraan pengelolaan laskap secara terstruktur dan melembaga,” ungkap Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, di New York, Amerika Serikat, Kamis (22/9/2016) petang waktu setempat.

Alex hadir di kota itu untuk menjadi panelis dalam World Economic Forum Sustainable Forestry and Agriculture. Undangan berawal dari pengakuan Tropical Forest  Alliance (TFA) atas program Kemitraan Pengelolaan Lanskap sebagai terobosan yang murni bersumber dari pendekatan kepemimpinan menggunakan pendekatan wilayah.

Lanskap pertama yang menjadi model program tersebut berada di Taman Nasional Sembilang-Danku. Program di sini didukung konsorsium donor dari United Kingdom Climate Change Unit (UKCCU), Norway International Climate Forest Initiative (NICFI), IDH The Sustainable Trade Initiative (Belanda), Asia Pulp and Paper (APP), serta Yayasan Belantara.

(Baca juga: Kelola Sendang, Kemitraan Konservasi ala Sumatera Selatan)

Selain Alex, panelis dalam forum itu adalah Gubernur San Martin, Peru; bersama pembicara lain dari Brasil, Liberia, dan Kongo. Alex mewakili figur Jurisdictional Leader dari kawasan Asia Pasifik, sementara Gubernur San Martin mewakili kawasan Atlantik. Panelis membahas topik perspektif para pemimpin ini.

Di sini, Jurisdictional Leader diartikan sebagai pemimpin wilayah yang memiliki komitmen dan kepemimpinan sehingga berani menghasilkan inisiasi atau terobosan “tak biasa” melalui pendekatan kewilayahan (yurisdiksi).

Target jangka panjang, kegiatan yang semula dimulai dari daerah akan menjadi percontohan untuk dikembangkan ke skala lebih luas, baik nasional maupun global.

KOMPAS.com/IRMA TAMBUNAN Kebakaran, pembalakan, perambahan, dan perburuan satwa dilindungi merupakan ancaman terbesar di kawasan Taman Nasional Berbak dan Sembilang di batas Jambi-Sumatera Selatan. Keberadaan polisi hutan dari balai taman nasional setempat tidak memadai untuk mengamankan hutan gambut itu dari kerusakan. Penjagaan diperkuat dengan pelibatan masyarakat lokal sebagai tim patroli. Pelibatan itu hingga kini efektif mengamankan hutan. Tampak warga dan polhut balai TNBB yang tergabung dalam Tim Patroli Perlindungan Harimau (TPPU) bersama jurnalis tengah menyusur kawasan TNBS di Air Itam Laut, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, pada April 2016.

Sesi lain dari World Economic Forum Sustianable Forestry and Agriculture mengangkat pula perspektif pemanfaatan lahan untuk hutan dan pertanian berkelanjutan.

“Model (kegiatan) kewilayahan yang ada di Sumatera Selatan merupakan model global yang telah berhasil diimplementasikan dengan dukungan banyak aktor, termasuk Pemerintah Norwegia,” kata Menteri Lingkungan dan Iklim Norwegia Vidar Helgesen, dalam sesi tersebut.

Bersama Helgesen, panelis lain adalah perwakilan Kementerian Kerja Sama Inggris, dan perwakilan  Pemerintah Amerika Serikat. Dari Indonesia, ada Dirjen Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Ketua Badan Restorasi Gambut Indonesia.

Rangkaian forum ini dihadiri pula oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Forum tersebut merupakan bagian dari United Nation Paris Climate Agreement untuk mewujudkan Suistainable Development Goals melalui mitigasi perubahan iklim dan pengelolaan hutan dan pertanian yang berkelanjutan.

Beragam inisiatif

Dalam paparannya, Alex mengatakan, latar belakang hadirnya kemitraan di provinsinya bermula dari fakta kebutuhan koordinasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengaturan tata air dalam suatu kawasan, dan penanganan konflik , sembari melakukan perlindungan hutan dan peningkatan produktivitas berbagai produk pertanian.

Sumatera Selatan juga adalah provinsi pertama di Indonesia yang menggelar Demonstration Activity Kegiata REDD+, berupa aksi perubahan iklim melalui Merang REDD Pilot Project (MRPP) di Kabupaten Musi Banyuasin. Kegiatan ini mendapatkan dukungan dari GIZ.

Adapun di sektor pertanian, kegiatan yang dilakukan juga masih berkaitan dengan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan. “Tengah diupayakan solusi untuk pemanfaatan lahan gambut terutama bagi masyarakat di desa rawan kebakaran hutan dan lahan, agar (mereka) tidak membuka lahan dengan cara bakar,” papar Alex.

KOMPAS/ADI SUCIPTO Ilustrasi. Petani memanen sorgum.

Selain itu, ada pula beragam kegiatan lain dilakukan di Sumatera Selatan, terkait kehutanan dan pertanian ini. Salah satunya adalah peluang kerja sama dengan investor Jepang dalam pengembangan tanaman sorgum sebagai komoditas substitusi gandum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com