Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelola Sendang, Kemitraan Konservasi ala Sumatera Selatan

Kompas.com - 08/09/2016, 22:20 WIB

Grand design-nya, ujar Alex, diciptakan untuk melibatkan pemerintah, swasta, dan perseorangan, dalam membangun pengelolaan lahan yang efektif.

Dukungan juga datang dari kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk produksi dan perlindungan, pemantauan, serta verifikasi kegiatan yang mengarah pada pengurangan emisi gas rumah kaca.

Rinciannya, Kelola Sendang menggandeng Belantara Foundation dan Asia Pulp and Paper (APP) di Meranti Bentayan Musi Banyusin. Lalu, bekerja sama dengan Lalan Landscape menggarap Model Produksi dan Perlindungan Sustainable Palm Oil dengan Indonesia Dana CPO dan DH.

Juga, ada kerja sama dengan GIZ Bioclime Jerman di Merang Landscape untuk Keanekaragaman Hayati dan Proyek Perubahan Iklim. Adapun kerja sama dengan Haki, Kelola Sendang akan fous pada isu perhutanan sosial dan restorasi konflik.

“Semua (kerja sama) ini (mencakup) dataran rendah, hutan hujan, dan kubah gambut, yang merupakan habitat penting bagi satwa liar dan berbagai jenis pohon bernilai tinggi dan burung,” tegas Alex.

Imbauan 1.300 tahun

Alex pun berharap IUNC WCC 2016 menjadi ajang untuk mengajak masyarakat internasional bergabung bersama mengambil tindakan mendukung pentingnya kondisi alam di Sumatera Selatan.

“Hal ini penting agar konservasi alam dapat memberikan manfaat nyata bagi keanekaragaman hayati, masyarakat, dan pembangunan berkelanjutan,” ujar Alex.

Alex sempat pula bertutur, Sri Baginda Sri Jayanasa pun sudah mengimbau mayarakat melestarikan lingkungan dan hutan, sejak lebih dari 1.300 tahun yang lalu. Caranya, dengan menanam pohon, membangun drainase, dan mengelola sumber air.

“(Imbauan itu) tertuang di prasasti Talang Tuwo. Ini adalah semangat kami dalam melestarikan planet ini, Kita perlu terus mendukung visi ini,” tegas Alex.

Bersamaan dengan Kelola Sendang dan selaras dengan program IUCN, lanjut Alex, di Sumatera Selatan sudah ada pula Badan Restorasi Gambut (BRG).

Menurut dia, kompleksitas masalah di wilayahnya butuh eksplorasi cara untuk memastikan konservasi dan pembangunan dapat berjalan beriringan.

BRG dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016. Untuk Sumatera Selatan, targetnya pada 2020 telah terlaksana pemulihan 407.163 hektar lahan gambut.

Alex menjelaskan, pendekatan ini penting untuk memanfaatkan lahan gambut terdegradasi dengan spesies endemik, sekaligus mencegah emisi lebih lanjut dari gas rumah kaca dari kebakaran lahan gambut.

“Hari ini, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia, telah tegas mendukung inisiatif untuk kemitraan di daerah, antara pemerintah, LSM, konservasi, ilmuwan, Konsumen, produsen, pengusaha, akar rumput, dan organisasi masyarakat adat,” tegas Alex.

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, lanjut Alex, mendesak semua pemangku kepentingan di wilayahnya untuk menyatukan pengetahuan masing-masing, alat, dan sumber daya, demi mengamankan sistem dukungan alam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com