10 Tahun Tsunami Pangandaran, Tsunami Dahsyat Tanpa Isyarat Gempa

Kompas.com - 18/07/2016, 07:29 WIB

Profesor Shuto dari Universitas Tohoku mengatakan bahkan sistem peringatan dini canggih seperti yang dimiliki oleh Jepang pun tidak akan bisa memberikan prediksi yang akurat untuk kasus tsunami-earthquake. Sebab, peringatan dini tsunami yang digunakan sekarang dibangun berdasarkan informasi gempa yang diambil dalam waktu 1-2 menit lalu dianalisis dengan cepat untuk bisa memberikan prediksi potensi tsunami dari basis data pemodelan dalam waktu kurang dari lima menit.

Padahal, pelepasan energi dalam kasus tsunami-earthquake bisa memakan waktu 3 menit atau bahkan lebih sehingga informasi gempa yang didapat sebagai dasar perhitungan kekuatan dan parameter untuk pemodelan tsunami bisa saja underestimated karena energi gempa belum terlepaskan secara keseluruhan.

Lebih jauh, Profesor Shuto mengatakan sistim peringatan dini yang sekarang digunakan baik di Jepang maupun di Indonesia juga tidak akan mampu untuk memberikan prediksi secara akurat potensi tsunami akibat gempa-gempa sangat besar seperti kasus gempa-tsunami 2004 di Banda Aceh dengan waktu pelepasan energi sampai 12 menit atau gempa-tsunami 2011 di Jepang dengan waktu pelepasan energi total sampai 10 menit.

Kondisi yang mengharuskan peringatan dini harus segera disampaikan dalam waktu 5 menit akan membuat perhitungan parameter gempa menjadi sangat rentan untuk underestimated yang berujung pada kesalahan estimasi tsunami pada peringatan dini yang disampaikan kepada masyarakat.

Untuk itu, perlu dilakukan perbaikan dan pengembangan sistim analisis gempa dan perhitungan cepat tsunami baru agar bisa mengakomodasi karakteristik gempa seperti tsunami-earthquake maupun gempa-gempa besar dengan kekuatan hingga M9 mengingat kawasan pesisir Indonesia mulai dari barat Sumatera, selatan Jawa, sampai Nusa Tenggara dan Maluku, serta Papua merupakan zona gempa dan tsunami dengan dengan frekuensi kejadian sangat tinggi.

Saat ini tim yang beranggotakan ahli-ahli gempa, tsunami, sosial kebencanaan, dan teknologi informasi dalam negeri sedang merumuskan format dan mengembangkan desain baru sistem peringatan dini yang sesuai dengan karakteristik geografis dan masyarakat Indonesia.

Diharapkan tim ini dapat menghasilkan suatu sistem yang terintegrasi dari hulu (analisis gempa dan tsunami) sampai hilir (diseminasi kepada masyarakat) yang akurat dan sesuai dengan kondisi fisik, sosial, dan budaya Indonesia yang terdiri tidak hanya dari masyarakat yang mendiami pulau-pulau besar tetapi juga di belasan ribu pulau-pulau kecil yang terletak pada kawasan dengan potensi kejadian tsunami tinggi.

Tata ruang paska bencana

Seperti halnya Banda Aceh, pembangunan kembali fasilitas dan infrastruktur pascabencana di kawasan Pangandaran dilakukan persis di lokasi yang sama dengan kondisi sebelum bencana. Hal ini harus menjadi perhatian karena potensi gempa yang mampu membangkitkan tsunami di selatan jawa masih sangat tinggi dengan kekuatan hingga M8.3 di selatan Pangandaran dan M8.7 di selatan Ujung Kulon sampai Pelabuhan Ratu (Hanifa dkk, 2014).

Aktifitas ekonomi khususnya pariwisata di kawasan Pangandaran harus dibarengi dengan penyediaan fasilitas evakuasi yang memadai dan dilengkapi dengan penanda jalur evakuasi yang sederhana dan mudah dipahami baik oleh masyarakat lokal maupun wisatawan nasional dan mancanegara.

Penataan ulang infrastruktur yang terletas di kawasan sempadan pantai harus dilakukan sebagaimana diamanatkan oleh Perpres No 51/2016 tentang Batas Sempadan Pantai dengan memperhatikan aspek konservasi kawasan/ekosistem dan mitigasi bencana.

Selain itu edukasi kepada masyarakat khususnya mengenai karakteristik tsunami-earthquake seperti halnya pengalaman tsunami tahun 2006 sangat penting karena besar kemungkinan goncangan gempa tidak dirasakan oleh masyarakat yang sedang beraktifitas di kawasan pesisir.

Sehingga untuk kawasan wisata seperti Pangandaran, jika terjadi gempa meskipun lemah tetapi terjadi dalam waktu lebih dari 1 menit, opsi untuk evakuasi harus dilakukan.

Dengan demikian kita berharap di masa depan masyarakat dapat mengurangi potensi dampak yang mungkin terjadi sekiranya kejadian yang sama berulang.

Penulis adalah pakar tsunami Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Chairman Sentinel Asia Tsunami Working Group

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau